Mutu Pendidikan

Sabtu, 10 April 2010

a. Konsep Mutu Pendidikan

Konsep mengenai mutu pendidikan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Mutu, dalam pengertian umum dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang atau jasa.
Menurut Sallis dalam Syaefuddin, dkk. (2007:2-8 unit 2) terdapat tiga pengertian konsep mutu. Pertama, mutu sebagai konsep yang absolut (mutlak), kedua, mutu dalam konsep ysng relatif, dan ketiga, mutu menurut pelanggan.

(1)Dalam pengertian yang absolut, sesuatu dikatan bermutu jika memenuhi standar yang tertinggi dan tidak dapat diungguli, sehingga mutu dianggap sesutau yang ideal yang tidak dapat dikompromikan, seperti kebaikan, keindahan, dan kebenaran. Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka konsep mutu absolut bersifat elite karena hanya sedikit lembaga pendidikan yang dapat memberikan pendidikan dengan high quality kepada siswa, dan sebagian besar siswa tidak dapat menjangkaunya.

(2)Dalam pengertian relatif, mutu bukanlah suatu atribut dari suatu produk atau jasa, tetapi sesuatu yang berasal dari produk atau jasa itu sendiri. Dalam konsep ini, produk yang bermutu adalah yang sesuai dengan tujuannya.

(3)Menurut pengertian pelanggan, mutu adalah sesuatu yang didefinisikan oleh pelanggan. Dalam konsep ini, ujung-ujungnya adalah kepuasan pelanggan, sehingga mutu ditentukan sejauh mana ia mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka atau bahkan melebihi. Karena kepuasan dan keinginan merupakan suatu konsep yang abstrak, maka pengertian kualitas dalam hal ini disebut ‘kualitas dalam persepsi – quality in perception’.

Dalam konteks pendidikan, produk dari lembaga pendidikan berupa jasa. Kepuasan pelanggan (siswa, orang tua, dan masyarakat) dibagi dalam dua aspek yaitu tata layanan pendidikan dan prestasi yang dicapai siswa.
Sedangkan pendidikan yang bermutu mengacu pada berbagai input seperti tenaga pengajar, peralatan, buku, biaya pendidikan, teknologi, dan input-input lainnya yang diperlukan dalam proses pendidikan. Ada pula yang mengaitkan mutu pada proses (pembelajaran), dengan argumen bahwa proses pendidikan (pembelajaran) yang paling menentukan adalah kualitas. Orientasi mutu dari aspek output mendasarkan pada hasil pendidikan yang ditujukan oleh keunggulan akademik dan nonakademik di suatu sekolah. Bahkan saat ini, mutu pendidikan tidak hanya dapat dilihat dari prestasi yang dicapai, tetapi bagaimana prestasi tersebut dapat dibandingkan dengan standar yang ditetapkan, seperti yang tertuang di dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 35 dan PP No.19 tahun 2005 (Syaifuddin, dkk. 2007:2-7).
Bunyi pasal 35 UU No.20 tahun 2003 pasal 35 adalah sebagai berikut:

(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan.

(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Standar nasional pendidikan diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan adanya standar, dua orang guru tidak akan meberikan penafsiran berbeda terhadap kedalaman sebuah kompetensi dasar sebuah kurikulum. Demikian juga, dengan proses pembelajaran, guru akan berfokus pada hasil (output) yang harus dicapai, tidak sekedar memenuhi target administratif yang ada dalam petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) (Mulyasa, 2009:18).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dilihat bahwa ada berbagai macam konsep mengenai mutu pendidikan. Dari berbagai macam konsep tersebut maka saya menyimpulkan bahwa mutu pendidikan berkaitan dengan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum di dalam UU No.20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, mutu pendidikan dapat dikatakan baik apabila memenuhi standar nasional pendidikan.

b. Hubungan antara Politik dan Mutu Pendidikan di Daerah

Landasan Politis berhubungan dengan dasar keberadaan pendidikan di Indonesia yang dihubungkan dengan keputusan-keputusan formal dalam pendidikan, yaitu keputusan pemerintah yang berhubungan dengan pendidikan baik di tingkat pusat, maupun kabupaten/kota (Hasan, 1996:63).
Ada beberapa keputusan politik yang memberi landasan pelaksanaan pendidikan di tingkat daerah, yaitu UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No.19 tahun 2005 serta UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Berkaitan dengan politik pendidikan, UU No.20 tahun 2003 pasal 38 ayat 1 dan 2 menyatakan, bahwa:

(1)Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.

(2)Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite aekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan propinsi untuk pendidikan menengah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik simpulan bahwa ada hubungan atau keterkaitan antara politik dengan mutu pendidikan. Apabila politik pendidikan sudah dapat dilaksanakan dengan baik dan optimal oleh semua pihak, baik pihak pusat maupun daerah maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan. Hal ini dikarenakan politik pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintahan Indonesia saat ini sudah terstruktur dan berorientasi pada pengembangan daerah. Bahkan kebijakan politik sudah sampai ke tingkat satuan pendidikan terkecil yaitu sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Hasan, Hamid. 1995. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Depdikbud.

Mulyasa, H. E. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Syaifuddin, Mohammad, dkk. 2007. Bahan Ajar Cetak Manajemen Berbasis Sekolah. Departemen Pendidikan Nasional.

Undang-undang Otomi Daerah 1999. Bandung: Citra Umbara.

1 komentar:

ocie mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.