Bahan Belajar untuk Model Pembelajaran E-Learning

Rabu, 06 April 2011

1.Hakikat Bahan Belajar E-Learning

Bahan belajar dapat diterjemahkan sebagai seperangkat material yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan belajar. Hamalik (1995) menempatkan bahan belajar sebagai bagian dari unsur-unsur dinamis dalam proses belajar disamping motivasi siswa, alat bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek belajar. Oleh karena itu, penentuan bahan belajar harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai apakah berupa pengetahuan, keterampilan, sikap atau pengalaman lainnya. Pada proses pembelajaran di sekolah, bahan-bahan belajar ini biasanya sudah digariskan dalam kurikulum (KTSP) atau silabus.

2.Pengembangan Bahan Belajar

Bahan belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 87-8) disebut bahan pengajaran yaitu bahan untuk mengajar (bagi guru). Sedangkan bahan belajar atau learning materials menurut Sa’ud (2008: 214) merupakan bahan pembelajaran yang secara langsung digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Bahannya sendiri merupakan media atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran, bisa berupa pesan visual, audio maupun pesan audio visual.

Secara umum, bahan belajar dikategorikan menjadi dua, yaitu bahan belajar yang tercetak (printed materials) dan bahan ajar yang tidak tercetak (non printed materials).

Karakteristik bahan belajar cetak adalah:

(1)Bahan belajar yang ditujukan untuk kepentingan kurikuler, instruksional, dan pengembangan ilmu.

(2)Bahan belajar juga mengakomodasikan sumber-sumber daya (potensi) daerah tanpa mengabaikan poin terdahulu.

(3)Bahan belajar yang mengoptimalkan pembelajaran mandiri, khususnya siswa.

(4)Bahan belajar dapat memberikan pengayaan, khususnya bagi kegiatan belajar siswa, melalui pemberian tugas, dan rujukan sumber lain yang disarankan.

(5)Bahan ajar yang dikembangkan adalah bahan ajar yang pembaca utamanya adalah siswa.

Dalam hal ini, meskipun bahan belajar yang digunakan berbentuk cetak, akan tetapi bahan belajar tersebut harus dikondisikan sebagai bahan belajar yang dapat ditransfer untuk kepentingan pembelajaran melalui internet atau e-learning.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bahan belajar merupakan seperangkat material yang digunakan oleh pebelajar dalam pembelajaran, yang meliputi bahan belajar cetak dan non-cetak serta harus sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di instansi (sekolah) yang bersangkutan.

3.Aplikasi Pembelajaran Berbasis E-Learning

Dalam proses pembelajaran, aplikasi e-learning mencakup aspek perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Sa’ud, 2008: 206).

(1)Perencanaan

Pada prinsipnya dalam perencanaan pembelajaran terdapat empat komponen utama, yaitu: materi/bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.
Bahan ajar untuk ¬e-learning selain dapat memanfaatkan buku sumber yang tersedia, juga dapat langsung mengakses bahan ajar/informasi pada beberapa halaman web yang telah dibuat sebelumnya.

Kegiatan belajar mengajar yang tercakup dalam perencanaan pembelajaran pada intinya berisi mengenai deskripsi materi/bahan belajar, metode pembelajaran, dan alat/media pembelajaran. Untuk kepentingan media pembelajaran berbasis e-learning, penentuan bahan ajar hanya memuat pokok-pokoknya saja. Sementara deskripsi lengkap dari pokok-pokok bahan ajar disediakan di halaman web yang akan diakses siswa.

Evaluasi sebagai komponen terakhir dalam perencanaan pembelajaran berfungsi untuk mengukur sejauhmana tujuan pembelajaran telah tercapai dan tindakan apa yang harus dilakukan apabila tujuan tersebut belum tercapai. Evaluasi dapat dilakukan dengan tes dan non tes. Tes dapat berupa menjawab pertanyaan yang disediakan oleh pebelajar yang dapat diakses dari halaman web yang telah disediakan sebelumnya, sedangkan non tes dapat berupa portofolio tugas siswa.

(2)Implementasi

Dalam implementasi pembelajaran menurut (Sa’ud, 2008: 207-208), terdapat model penerapan e-leraning yang bisa digunakan, yaitu: Selective Model, Sequential Model, Static Station Model, dan Laboratory Model.

a.Selective Model

Model selektif digunakan jika jumlah komputer di sekolah sangat terbatas (misalnya hanya ada satu unit komputer).

b.Sequential Model

Model ini digunakan jika jumlah komputer di sekolah atau kelas terbatas (misalnya hanya dua atau tiga unit komputer). Para siswa dalam kelompok kecil secara bergiliran menggunakan komputer untuk mencari sumber pelajaran yang dibutuhkan.

c.Static Station Model

Model ini digunakan jika jumlah komputer di sekolah/kelas terbatas, sebagaimana halnya dengan sequential model. Di dalam model ini guru mempunyai beberapa sumber belajar yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama.

d.Laboratory Model

Model ini digunakan jika tersedia sejumlah komputer di sekolah/laboratorium yang dilengkapi dengan jaringan internet, di mana siswa dapat menggunakannya secara lebih leluasa (satu siswa satu komputer). Dalam hal ini, bahan e-learning dapat digunakan oleh seluruh siswa sebagai bahan pembelajaran mandiri.

Di samping beberapa penerapan model e-learning di atas, Meier (2003) dalam bukunya The Accelerated Learning mengemukakan beberapa saran untuk memanfaatkan komputer dalam pembelajaran berbasis e-learning, di antaranya adalah:

a.Kolaboratif

Pembelajaran yang baik bersifat sosial. Pengajaran oleh teman sendiri, menurut telaah Stanford University akan memberikan hasil yang jauh melampaui pengajaran lewat komputer atau semua bentuk instruksi lain. Pembelajaran ini dilakukan dengan menciptakan program belajar untuk tim untuk dua orang atau lebih (tidak untuk individu).

b.Berdasar – Aktivitas

Memanfaatkan komputer untuk mendapatkan pengalaman secara langsung.

c.Berpusat – Masalah

Menggunakan komputer sebagai pengaju masalah agar pembelajar dapat terlibat penuh dalam memecahkan sebuah masalah.

d.Kreatif

Komputer dimanfaatkan tidak hanya sebagai pemberi informasi, tetapi juga membantu pembelajar menciptakan sebuah makna, pengetahuan dan nilai mereka sendiri dari informasi tersebut.

e.Siklus Pembelajaran 4-Tahap

Pembelajaran diatur dalam 4-tahap yang meliputi persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil).

Dari kelima model tersebut, menurut Prakoso (2005: 17) pembelajaran berbasis e-learning akan lebih efektif bila dilakukan secra berkelompok atau kolaborasi. Hal ini sesuai dengan paham konstruktif sosial (Social Constructivism) yang menyatakan bahwa sebuah kolaborasi menciptakan budaya untuk saling membagi hasil karya dengan cara berbagi pengetahuan, misalnya dengan teknik berbagi-pakai pengetahuan lewat situs internet.

(3)Evaluasi

Kegiatan evaluasi merupakan tahap terakhir dalam pembelajaran berbasis e-learning. Kegiatan evaluasi untuk mengetahui hasil dapat dilakukan secara bervariasi, setiap siswa dapat melihat dan mengikuti instruksi di halaman web yang telah disediakan oleh guru, dapat berupa pertanyaan, tugas-tugas, dan latihan-latihan yang harus dikerjakan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Astini, Edi. 2009. Lembaran Ilmu Pendidikan, Jilid 38, Nomor 01, Juni 2009. Semarang: UNNES Press.

Effendi, Empy dkk. 2005. E-Learning Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi.

Alwi, Hasan dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Masrur, M. 2009. Internet Super Mudah untuk Siapa Saja. Yogyakarta: BOOKMARKS.

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.

Prabawati, Theresia Ari (ed.). 2009. Mahir dalam 7 Hari Berinternet dengan Google. Yogyakarta: Andi dan MADCOMS.

Prakoso, Kukuh Setyo. 2005. Membangun E-Learning dengan Moodle. Yogyakarta: Andi.

Sa’ud, Udin Saefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

E-Learning Sebagai Model Pembelajaran

A. KONSEP PEMBELAJARAN E-LEARNING

1.Pengertian E-Learning

Di dunia pendidikan dan pelatihan sekarang, banyak sekali praktik yang disebut e-learning.Sampai saat ini pemakaian kata e-learning sering digunakan pada semua kegiatan pendidikan yang menggunakan media komputer dan atau internet. Banyak pula penggunaan terminologi yang memiliki arti hampir sama dengan e-learning. Web-based learning, computer-based training/learning,distance learning, computer aided instruction, dan lain sebagainya, adalah terminologi yang sering digunakan untuk menggantikan e-learing.Terminologi e-learning sendiri dapat mengacu pada semua kegiatan pelatihan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi (Effendi, dkk., 2005: 6-7).

Sa’ud (2008: 184-185) memberikan pandangan yang mengarah pada definisi ¬e-learning diantaranya adalah konvergensi antara belajar dan internet (Bank of America Securities) serta penggunaan jalinan kerja teknologi untuk mendesain, menngirim, memilih, dan mengorganisir pembelajaran (Elliut Masie).

Sedangkan Faridi (2009) mengemukakan bahwa e-learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer. Seperti kursus atau pendidikan dengan media pembelajaran jarak jauh (distance learning) dan cyber classroom.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa e-learning adalah pembelajaran dengan memanfaatkan jasa teknologi. Ada berbagai macam jasa teknologi yang dapat digunakan dalam pembelajaran e-learning, akan tetapi dalam makalah ini penulis memberikan batasan pada jasa teknologi internet. Internet dalam hal ini berfungsi sebagai media yang menghubungkan antara pembelajar dengan pebelajar.

Internet dimulai sekitar tahun 60-an sebagai suatu proyek dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat dan diberi nama ARPANET. Mereka membuat suatu spesifikasi jaringan komputer yang tahan banting sehingga jaringan ini harus tetap bekerja bila salah satu bagiannya hancur atau rusak (Prabawati, 2009: 5). Akan tetapi seiring perkembangan teknologi, internet merambah ke dunia pendidikan.
Secara umum ada banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang mempunyai akses ke internet, diantaranya adalah mudah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti kesehatan, rekreasi, hobi, pengembangan pribadi, rohani dan sosial, serta mudah mendapatkan informasi untuk kehidupan profesional atau kerja bahkan pendidikan (Masrur, 2009: 4). Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis e-learning memberikan banyak kemudahan dan manfaat bagi pembelajar karena dapat dengan mudah mengakses informasi dari berbagai sumber.

2.Konsep Pembelajaran E-Learning

Pada pembelajaran e-learning, internet merupakan media yang bersifat multi-rupa, pada satu sisi internet dapat digunakan untuk berkomunikasi secara interpersonal misalnya dengan menggunakan e-mail dan chat sebagai sarana berkomunikasi antar pribadi (one-to-one communications), di sisi lain dengan e-mail juga dapat berkomunikasi dengan lebih dari satu orang atau sekelompok pengguna yang lain (one-to-many communication). Internet juga memiliki kemampuan memfasilitasi kegiatan diskusi dan kolaborasi oleh sekelompok orang. Di samping itu, dengan kemampuannya untuk menyelenggarakan komunikasi tatap muka (teleconference), memungkinkan pengguna internet bisa berkomunikasi secara audiovisual sehingga dimungkinkan terselenggaranya komunikasi verbal maupun non-verbal secara real-time (Sa’ud, 2008: 189).

Menurut Sa’ud (2008: 189), internet dapat digunakan dalam setting pembelajaran di sekolah, karena memiliki karakteristik yang khas. Adapun karakteristik tersebut antara lain:

(1)Internet sebagai media interpersonal dan juga sebagai media massa yang memungkinkan terjadinya komunikasi one-to-one maupun one-to-many.

(2)Memiliki sifat interaktif.

(3)Memungkinkan terjadinya komunikasi secara sinkron (syncronous) maupun tertunda (asyncronous), sehingga memungkinkan terselenggaranya ketiga jenis dialog komunikasi yang merupakan syarat terselenggaranya suatu proses belajar mengajar.

Beberapa studi menunjukkan bahwa internet memang dapat dipergunakan sebagai media pembelajaran, seperti studi yang telah dilakukan oleh Anne L. Rantie dan kawan-kawan di SMU 1 BPK Penabur Jakarta pada tahun 1999 mengenai penggunaan internet untuk mendukung kegiatan belajar mengajar Bahasa Inggris, menunjukkan bahwa murid yang terlibat pada eksperimen tersebut memperlihatkan peningkatan kemampuan mereka signifikan dalam menulis dan membuat karangan dalam bahasa Inggris.

Bukti keberhasilan internet sebagai media pembelajaran juga dikemukakan oleh Faridi (2009) yang menyatakan bahwa berdasarkan laporan World Bank tahun 1997 tentang program Global Distance Learning Network (GDLN), pengembangan e-learning pada pendidikan di Amerika sangat efektif dan memungkinkan 30% pendidikan lebih baik, 40% lebih singkat, dan 30% biaya lebih murah (Uno 1997). Mujis dan Reynolds (2008) dalam effective Teaching menemukan bahwa penggunaan ICT di kelas memberikan dampak peningkatan antusiasme dan on-task behavior yang tinggi pada siswa dalam mengerjakan tugas, karena siswa mendapatkan hal baru dan berbeda (novelty effect).

Hasil positif dari penelitian tersebut jelas mendorong penggunaan e-learning dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk melakukan inovasi pembelajaran. Namun, agar langkah tersebut dapat berjalan dengan optimal tentu saja dibutuhkan langkah yang sinergis dari pelbagai pihak. Termasuk di dalamnya adalah guru yang profesional yang memiliki wawasan dalam menggunakan internet dan berkompeten dalam keilmuan tentang pembelajaran bahasa Indonesia.

Inovasi yang ada dalam pembelajaran menurut Faridi (2009) dapat dimaknai sebagai suatu upaya baru dalam proses pembelajaran, dengan menggunakan berbagai metode, pendekatan, sarana dan suasana yang mendukung untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Jadi, Inovasi pembelajaran bahasa Indonesia berbasis e-learning dapat diwujudkan dalam perangkat berbasis e-learning. Perangkat tersebut meliputi:

(1) Kerangka konsep KTSP
(2) Silabus-RPP
(3) Materi ajar (bahan ajar)
(4) Media/alat peraga
(5) Evaluasi pembelajaran

Secara sederhana, konsep inovasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbasis e-learning dapat dilihat dari hasil perangkat pembelajarannya, termasuk di dalamnya adalah bahan ajar.

B.MODEL PEMBELAJARAN E-LEARNING

1.Model-model Pembelajaran e-learning

Ada tiga bentuk sistem pembelajaran melalui internet yang layak dipertimbangkan sebagai dasar pengembangan sistem pembelajaran dengan mendayagunakan internet, yaitu (1) Web Course, (2) Web Centric Course, dan Web Enhanced Course (Haughey, 1998).

(1)Web Course

Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pembelajaran di mana seluruh bagian bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, dan ujian sepenuhnya disampaikan melalui internet. Siswa dan guru sepenuhya terpisah, namun hubungan atau komunikasi antara pembelajar dan pebelajar dilakukan setiap saat.

(2)Web Centric Course

Sebagian bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan, dan latihan disampaikan melalui internet, sedangkan ujian dan sebagian konsultasi, diskusi dan latihan dilakukan secara tatap muka yang biasanya berupa tutorial, tetapi prosentase tatap muka tetap lebih kecil dibandingkan dengan prosentase proses pembelajaran melalui internet.

(3)Web Enhanced Course

Dalam Web Enhanced Course, peranan internet adalah untuk menyediakan sumber-sumber belajar dengan cara memberikan alamat-alamat atau membuka link ke pelbagai sumber belajar yang sesuai dan bisa diakses secara online, untuk meningkatkan kuantitas dan memperluas kesempatan berkomunikasi antara pebelajar dan pembelajar secara timbal balik. Pada bentuk ini, pembelajaran melalui internet jauh lebih sedikit dibandingkan denngan prosentase pembelajaran secara tatap muka, karena penggunaan internet hanya untuk mendukung kegiatan pembelajaran secara tatap muka. Bentuk ini dapat pula dikatakan sebagai langkah awal bagi intuisi pendidikan yang akan menyelenggarakan pembelajaran berbasis e-learning.

2.Pengembangan Model Pembelajaran E-Learning

Berdasarkan model-model pembelajaran ¬e-learning di atas, maka sistem pembelajaran e-learning dapat dikembangkan melalui tiga cara pengembangan yaitu:

(1)Menggunakan sepenuhnya fasilitas internet yang telah ada, seperti e-mail, IRC (Internet Relay Chat), Word Wide Web, seach engine, millis (milling list) dan FTP (File Transfer Protocol).

(2)Menggunakan software pengembang program pembelajaran dengan internet yang dikenal dengan Web-Course Tools, yang di antaranya bisa didapatkan secara gratis ataupun bisa juga dengan membelinya. Ada beberapa vendor yang mengembangkan Web Course Tools seperti WebCT, Webfuse, TopClass dan lain-lain.

(3)Mengembangkan sendiri program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan (tailor made), dengan menggunakan bahasa pemrograman seperti ASP (Active Server Page) dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Astini, Edi. 2009. Lembaran Ilmu Pendidikan, Jilid 38, Nomor 01, Juni 2009. Semarang: UNNES Press.

Effendi, Empy dkk. 2005. E-Learning Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi.

Alwi, Hasan dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Masrur, M. 2009. Internet Super Mudah untuk Siapa Saja. Yogyakarta: BOOKMARKS.

Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.

Prabawati, Theresia Ari (ed.). 2009. Mahir dalam 7 Hari Berinternet dengan Google. Yogyakarta: Andi dan MADCOMS.

Prakoso, Kukuh Setyo. 2005. Membangun E-Learning dengan Moodle. Yogyakarta: Andi.

Sa’ud, Udin Saefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Semua Orang Bisa Jadi Penulis Hebat



Menurut sebagian orang yang sudah berkecimpung di dunia tulis menulis berkata, "menulis itu sepuluh persen bakat, sembilan puluh persen kemauan."
Pendapat itu benar! Di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan. Jika ada orang berbakat menjadi penulis, tapi tidak punya kemauan untuk menulis pasti tidak akan pernah menajdi penulis. Setuju? Kalau saya setuju-setuju aja, bagaimana mau jadi penulis, "menulis" aja tidak pernah...
So, bagi teman-teman yang sangat ingin menjadi penulis ternama...silahkan klik tautan di bawah ini untuk mengetahui bagaimana menjadi penulis hebat itu.

WRITING REVOLUTION: Semua Orang Bisa Jadi Penulis Hebat: "Oleh: Joni Lis Efendi “Cerita-cerita memiliki kekayaan yang melebihi kenyataannya. Tulisan saya mengetahui lebih banyak daripada saya. Ya..."

SELAMAT BERKARYA!!

Gaun Ulangn Tahun Nina

Rabu, 30 Maret 2011


GAUN ULANG TAHUN NINA

Sepulang sekolah, Nina bergegas masuk ke rumah. Raut mukanya masam. Langkahnya gontai dan tidak bersemangat. Nina langsung menuju ke tempat tidur. Ia menenggelamkan mukanya di bantal. Ibu bingung. Tidak seperti biasanya anak semata wayangnya itu bertingkah demikian. Biasanya sepulang sekolah Nina langsung menghampiri Ibu dan mencium tangannya terlebih dahulu, baru kemudian masuk ke kamar untuk berganti pakaian.

“Ada apa sayang, kok kelihatan tidak bersemangat seperti itu” tanya Ibu pelan.

“Tidak ada apa-apa, Bu,” jawab Nina singkat. Nina menyembunyikan wajahnya di bawah bantal.

“Nina tidak lapar? Ibu masak tempe goreng kesukaan Nina, lho. Tapi, syaratnya Nina harus berganti baju dulu. Nanti seragamnya lusuh, padahal harus dipakai lagi besok,” bujuk Ibu.

“Nanti, Bu, Nina belum lapar,” tolak Nina.

“Nina, tidak baik menunda makan. Nanti perut Nina bisa sakit.”

Nina diam. Sesekali terdengar suara sesenggukan. Nina menangis. Nina sedang ada masalah. Tapi, masalahnya apa? Nina belum mau bercerita. Mulutnya ia tutup rapat-rapat. Tiba-tiba Ibu melihat sesuatu di samping tubuh Nina. Sebuah benda berwarna merah jambu dengan hiasan pita berwarna kuning. Ibu mengernyitkan dahi, kemudian mengambilnya. Ternyata undangan ulang tahun dari Rubi, sahabat karibnya. Di dalam undangan itu tertulis dress code : baju kotak-kotak. Rupanya teman-teman yang diundang pada ulang tahun Rubi harus mengenakan baju kotak-kotak.

Ibu Nina terdiam, ia paham sekaligus bangga dengan anaknya. Saat ini, Nina sedang bingung karena tidak mempunyai baju kotak-kotak untuk menghadiri ulang tahun Rubi. Tetapi, Nina tidak berani mengutarakannya kepada Ibu. Nina anak yang baik dan tidak pernah menuntut apa-apa kepada orang tuanya. Nina anak yang sangat mengerti kondisi keluarganya. Untuk membeli jajan sehari-hari saja susah, apalagi membeli baju bermotif kotak-kotak. Ibu Nina membelai rambut anak semata wayangnya dengan lembut.

Dari luar terdengar sayup-sayup suara adzan dhuhur. “Anak Ibu sayang, sholat dulu yuk, biar hati yang sedang gundah menjadi tenang,” ajak Ibu kepada anaknya. Sepertinya, Ibu tahu apa yang sedang dirasakan oleh anaknya.

“Ibu saja dulu, nanti Nina menyusul,” jawab Nina lirih.

“Nina, tidak boleh menunda sholat lho, dosa. Tuhan saja tidak menunda-nunda dalam memberi rejeki buat kita, buktinya Nina masih bisa makan tiga kali sehari bahkan masih bisa membeli jajan walaupun jajan yang Nina beli harganya murah. Coba bayangkan, bagaimana kalau Tuhan sampai menunda-nunda dalam memberi rejeki? Bisa-bisa Nina tadi pagi tidak punya nasi untuk sarapan pagi dan siang ini Ibu belum bisa memasak tempe goreng kesukaan kamu. Ayo, kalau Tuhan saja memberikan rejeki kepada kita tepat waktu, kita juga harus melaksanakan perintah-Nya tepat pada waktunya,” bujuk Ibu.

Dengan malas Nina pun beranjak dari tempat tidurnya. Matanya sembab oleh air mata. Ia lalu melangkah gontai ke arah belakang untuk mengambil air wudhu. Selesai berwudhu, Nina dan Ibu sholat berjamaah, kemudian makan.

Malam harinya, Nina masih terlihat murung. Ia juga tidak terlihat memegang buku untuk belajar seperti biasa. “Nina tidak belajar?” tanya Ibu.

“Tidak, Bu.” Jawab Nina singkat.

“Tidak ada PR?,” tanya Ibu lagi.

“Ada, Bu. Tapi...,” jawabnya ragu. “Bu, boleh tidak kalau Nina besok ijin tidak masuk sekolah,” tanya Nina.

“Nina sakit?,” tanya Ibu. Nina menggeleng pelang. “Lantas, mengapa besok Nina tidak mau masuk sekolah?”.

“Tapi, Bu, kemarin saja Dido ijin tidak masuk sekolah karena sakit. Tetapi, waktu teman-teman menengok Dido, ia baik-baik saja di rumah,” kata Nina.

“Kalau seperti itu berarti Dido sudah berbohong sama bapak dan ibu guru. Bapak ibu guru adalah orang tua kita di sekolah. Di dalam ajaran Agama tidak diperbolehkan berbohong kepada orang tua. Jadi, kita tidak boleh berbohong kepada mereka. Tuhan tidak senang dengan anak yang suka berbohong. Mau tidak kalau Nina tidak disukai oleh Tuhan?,” tanya Ibu.

“Tidak,” jawab Nina tegas. “Nina ingin selalu dicintai Tuhan, Bu, karena Tuhan juga sayang sama Nina. Buktinya Nina masih bisa melihat dan mendengar,” lanjutnya.

“Bagus!” Ibu tersenyum bangga. “Lalu, apakah Nina besok masih mau membolos?,” tanya Ibu.

“Nina mau masuk sekolah dan berjanji tidak akan pernah membolos kecuali kalau sakit,” jawab Nina lantang.

Ibu bahagia mendengar jawaban Nina. “Oke, kalau begitu Ibu punya hadiah untuk anak yang hebat,” kata Ibu.

“Hadiah?” Nina bingung sekaligus penasaran. “Hadiah untuk Nina, Bu?,” tanya Nina penuh semangat.

“Iya, coba lihat... ,” kata Ibu sambil menuntun Nina ke kamar tidurnya. Betapa terkejutnya Nina ketika melihat ada sebuah baju berwana biru kota-kotak bertengger di atas tempat tidurnya. Ternyata, Ibu mengerti apa yang diinginkan Nina. Hanya karena tidak mempunyai baju kotak-kotak, Nina hampir tidak masuk sekolah. Nina malu kepada Ibu dan juga diri sendiri. Ia malu karena sudah mengorbankan harinya hanya untuk merenung dan tidak membantu pekerjaan Ibu. Sementara itu, di tengah kesibukannya Ibu masih sempat membuatkan baju untuk Nina.

“Terima kasih, Bu. Nina senang sekali dengan baju ini. Nina menyesal karena tidak membantu Ibu dan hanya memikirkan diri sendiri,” kata Nina. Mata Nina berkaca-kaca. Nina pun memeluk Ibu dengan penuh rasa haru. Dalam hati, Ia tidak hent-hentinya bersyukur kepada Tuhan dan berjanji akan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.

(Naskah ini sedang diikutkan lomba menulis cerita anak oleh guru - Majalah BOBO)

Hari Baru Untuk Fahri


HARI BARU UNTUK FAHRI

“Huaah...”, Fahri menguap lebar-lebar. Dibukanya daun jendela dengan malas. Fahri terkejut, ternyata matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. “Mengapa tidak ada yang membangunkanku?”, gerutu anak yang duduk di kelas empat SD itu. Padahal, hari ini ia piket. Ia harus datang lebih awal sebelum teman-temannya hadir di sekolah. Ia pun lekas-lekas membuka pintu kamarnya. Sepi. Kemana ayah dan ibunya?

“Aduh, bagaimana ini?” gumamnya. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Ia bingung mau berbuat apa. Biasanya, pagi-pagi sekali Ibu sudah membangunkannya dan menyiapkan handuk serta perlatan mandi di dekat tempat tidurnya. Sekarang, ia tidak tahu harus berbuat apa? Fahri tidak tahu di mana tempat handuk dan peralatan mandinya disimpan.

Ia melirik jam dinding yang berwarna kuning berhiaskan tokoh kartun kesayangannya. Ia semakin gundah karena jam dinding telah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Tapi, baik ayah maupun ibunya belum menampakkan batang hidungnya. Dengan langkah gontai ia menuju ke kamar utama. Ia terpaksa mengetuk kamar ayah dan Ibu. Tidak ada jawaban. Diketuk lagi, tidak juga ada yang keluar. Fahri hampir putus asa, ia takut terlambat tiba di sekolah. Di tengah kebingungannya, tiba-tiba dia menangkap sebuah benda berwarna putih di atas meja makan. Rupanya, benda itu adalah sepucuk surat.

Fahri Sayang,
Maafkan Ayah dan Ibu ya... Ayah dan Ibu terpaksa tidak membangunkan Fahri karena hari masih terlalu pagi untuk bangun. Ayah dan Ibu harus ke rumah Bibi Asta dengan segera. Bibi Asta akan melahirkan dan meminta Ayah dan Ibu untuk menemaninya ke rumah sakit. Fahri kan sudah besar, tentu saja sudah dapat menyiapkan kebutuhannya sendiri bukan? Nah, ini ada kunci lemari tempat handuk Fahri disimpan. Peralatan mandinya sudah Ibu siapkan di atas bak mandi. Baju sekolah Fahri ambil sendiri ya di kamar Ibu. Jangan lupa setelah mandi, kamar tidur di bersihkan dan ditata dengan rapi. Ibu juga sudah menyiapkan telur mata sapi kesukaan Fahri. Setelah sarapan, Pak Andang tetangga kita sudah Ibu minta pertolongannya untuk mengantar Fahri ke sekolah. Hati-hati ya Nak, selamat berkativitas. Cium sayang dari Ayah dan Ibu.


Di lipatnya surat itu dan diletakkan kembali di atas meja. Dengan malas ia mengambil handuk merah dan bersiap-siap untuk mandi. “Byuurr..byurrr”, air keran yang dingin mulai mengguyur seluruh tubuh Fahri. “Segarnya..” gumam Fahri setelah selesai mandi.
Ia melangkah pasti ke kamar Ayah dan Ibu. Diambilnya baju seragam putih merah yang tergantung di dinding kamar. Di bukanya kancing pelan-pelan dan dimasukkanya lengan kanan dan kiri ke dalam baju itu. Baju sudah melekat di tubuh Fahri yang gempal. Fahri mendapat masalah, ia tidak bisa mengacingkan kancing bajunya. “Aduh, bagaimana ini,” gerutu Fahri. Dengan kancing yang masih terbuka, ia berlari-lari kecil menuju ke meja makan untuk menyantap hidangan kesukaannya, telur mata sapi. “Hem, lezaat...” gumamnya.

“Tok-tok-tok. Selamat pagi mas Fahri... .” Tiba-tiba dari arah luar terdengar suara orang memberi salam. Itu pasti Pak Andang. Fahri turun dari meja makan dan berjalan menuju ke ruang tamu untuk membukakan pintu. “Eh, Mas Fahri sudah siap berangkat sekolah?,” tanya laki-laki tua itu sambil tersenyum ramah kepada Fahri. Fahri tersenyum kembali kepada Pak Andang.

“Oh, sebentar Pak, Fahri siap-siap dulu,” Fahri bergegas masuk ke dalam untuk mengambil semua keperluan sekolahnya. Satu masalah terjadi lagi. Buku-buku Fahri masih berserakan dimeja belajar. Rupanya Ibu tidak sempat merapikannya seperti biasa. Fahri pun terpaksa melakukannya sendiri.

Pak Andang masih setia menunggunya. Lima menit telah berlalu, tapi Fahri tidak juga keluar. Pak Andang masih terus menunggunya hingga hampir sepuluh menit waktu berlalu. Pak Andang pun penasaran, sedang apakah Fahri sebenarnya. Karena takut terlambat, Pak Andang memberanikan diri masuk ke dalam. Dilihatnya Fahri sedang jongkok di depan rak sepatu dekat kamar mandi. Pak Andang seperti mengerti apa yang sedang dilakukan oleh Fahri. Pak Andang pun mendekati Fahri sambil tersenyum dan berkata “Bolehkah saya bantu?”

Fahri terkejut oleh suara serak-serak basah Pak Andang. Pak Andang sama terkejutnya. Di hadapannya sekarang tengah berdiri seorang anak kecil bermabut acak-acakan, dengan baju yang belum terkancing rapi sedang mencoba mengenakan kaus kaki. “Ya, ampun...Fahri. Sini, Bapak bantu mengancing bajumu.”

“Ee..eh..iya Pak, terima kasih,” jawab Fahri gugup. Sebenarnya Fahri malu kepada Pak Andang karena sudah besar tidak dapat mengerjakan apa-apa. Ia teringat ayah dan ibunya. Dalam hatinya ia menyesal. Mengapa tidak pernah menghiraukan nasihat ayah dan ibu. Fahri selalu merajuk ketika ibu menyuruhnya mengancing baju sendiri atau memakai kaus kaki dan mengikat tali sepatu. Tapi, Fahri tidak pernah mau mendengarkannya. Fahri hanya bisa merajuk.

“Nah, sekarang Mas Fahri sudah rapi. Ayo, kita berangkat,” kata Pak Andang.

Fahri melirik jam dinding. Ia terkejut, jam telah menunjukkan pukul 06.50 WIB. Itu berarti sepuluh menit lagi bel masuk sekolah berbunyi. “Iya, Pak. Ayo, kita berangkat,” jawab Fahri gugup.

Di sepanjang jalan Fahri hanya diam. Pikirannya terbayang wajah teman-temannya. Pasti mereka marah, pikirnya. “Criit...,” sepeda motor Pak Andang kini sudah sampai di depan pintu gerbang. Hatinya berdebar-debar. Jantungnya seakan mau lepas. Tapi, apa yang terjadi? Sekolah ternyata masih sepi. Tidak ada seorang teman pun yang mondar-mandir di halaman sekolah. Hanya ada Pak Dudung, penjaga sekolah sedang membersihkan selokan depan sekolah. Fahri turun dan bertanya kepada Pak Dudung.
“Pak, mengapa sekolah masih sepi?,” tanya Fahri.

Pak Dudung menengok. “Eh, Mas Fahri. Bukanya hari ini sedang ada ujian untuk anak kelas enam?,” Pak Dudung balik bertanya.

“Oh, iya...,” gumam Fahri. Fahri baru ingat kalau hari ini anak kelas satu sampai kelas lima diliburkan. Fahri juga lupa mengatakannya kepada ayah dan ibu. Tapi, Fahri bersyukur tidak dimarahi teman-temannya karena mereka semua sedang berlibur di rumah.

(Naskah ini sedang diikutkan dalam "Lomba Menulis Cerita Anak oleh Guru - Majalah Bobo)

Pembelajaran Kosakata Menggunakan Teknik Kartu Kata untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Cerpen

Selasa, 15 Maret 2011




I.LATAR BELAKANG

Pada dasarnya tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah menengah adalah agar siswa terampil mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Seorang siswa yang belum memiliki keterampilan bahasa dengan baik akan menemukan kesulitan-kesulitan dalam berkomunikasi, karena apa yang dipikirkan dan dirasakannya tidak dapat diungkapkan kepada orang lain dengan jelas.

Disadari atau tidak untuk memperoleh keterampilan berbahasa yang tepat, penguasaan kosakata sangat menentukan. Sebagaimana yang dikatakan Judd (dalam Buchari, 1996), bahwa kosakata merupakan langkah awal yang harus dipandang sebagai sumber untuk dapat berkomunikasi dengan baik.

Penguasaan kosakata pada individu dimulai dari pengenalan bahasa ibu melalui proses pembudayaan alami. Dengan berkembangnya usia, kemudian kosakata diperoleh pada pendidikan formal melalui proses pengajaran dan pembelajaran. Dengan penguasaan kosakata, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara lisan maupun tulis tanpa mengalami hambatan.

Berdasarkan pendapat di atas maka disimpulkan bahwa penguasaan kosakata juga sangat berpengaruh terhadap kemampuan menulis cerpen. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan di lapangan bahwa banyak siswa yang gagal menulis cerpen karena penguasaan kosakata yang rendah. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kegagalan siswa dalam menulis disebabkan oleh penggunaan grammar yang tidak tepat.

Menurut Senjaya (2010) penelitian tentang penggunaan kosakata dalam menulis teks, baik teks ilmiah maupun fiksi, serta surat, baik resmi maupun pribadi, telah dilakukan dari masa ke masa. Begitu banyak penelitian dilakukan untuk mencari di mana kelemahan dan apa inti persoalan sehingga mahasiswa begitu banyak yang gagal menyelesaikan karya tulis dan gagal dalam menempuh mata kuliah menulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakberhasilan mahasiswa banyak disebabkan oleh ketidakmampuan mahasiswa dalam memilih kata yang tepat. Di samping itu, mahasiswa juga salah memilih kosakata dengan ejaan yang tidak tepat (Wall & Hull, 1989), Kroll (1990), dan Leki (1992).

Hasil penelitian itu juga berkorelasi dengan penelitian-penelitian yang dilakukan pada sekolah menengah. Banyak siswa yang kurang berminat dan kurang serius dalam mengikuti pembelajaran menulis. Mereka merasa kesulitan dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam tulisan, baik dalam bentuk puisi, prosa (cerpen), maupun drama. Dalam penelitiannya, Darningsih (2005) mengemukakan bahwa rendahnya kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (1) rendahnya minat dan motivasi siswa, (2) metode pembelajaran yang digunakan kurang menarik, (3) kurang tersedianya alat bantu atau media pembelajaran, (4) paradigma sikap dan perilaku guru terhadap kegiatan pembelajaran yang tidak benar. Keempat faktor tersebut didukung pula oleh faktor rendahnya penguasaan kosakata siswa, sehingga banyak siswa yang belum dapat membuat cerpen dengan baik karena kesulitan dalam menggunakan pilihan kata yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam makalah yang berjudul “Pembelajaran Kosakata Menggunakan Teknik Kartu Kata untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis”.

II.PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN

A.Menulis

Menulis menurut KBBI (2001) adalah proses melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan. Menulis mempunyai posisi tersendiri kaitannya dengan upaya membantu siswa mengembangkan kegiatan berpikir dan pendalaman bahan ajar. Pada umumnya, menulis merupakan keterampilan yang paling sulit dibandingkan keterampilan berbahasa lainnya seperti menyimak, berbicara, dan membaca.

Byrne (dalam Bukhari 1995:36) juga menyatakan bahwa menulis merupakan suatu aktivitas yang sukar dialami oleh kebanyakan orang, baik dalam bahasa ibu maupun dalam bahasa asing. Kesulitan tersebut dikarenakan kemampuan menulis harus dilandasi dengan berbagai komponen kebahasaan, seperti penguasaan kosakata, penguasaan kalimat, penguasaan ejaan, dan tanda baca. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur kalimat, dan kosakata. Kemampuan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan melalui latihan praktik yang banyak dan teratur.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata merupakan faktor penting dalam keberhasilan menulis.

B.Menulis Cerpen

Cerpen merupakan akronim dari cerita pendek. Cerita dalam KBBI (2001:210) adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb), sedangkan cerita pendek adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika).

Secara etimologis cerpen pada dasarnya adalah karya fiksi atau “sesuatu yang dikonstruksikan, ditemukan, dibuat atau dibuat-buat”. Hal itu berarti bahwa cerpen tidak terlepas dari fakta. Fiksi yang merujuk pada pengertian rekaan atau kosntruksi dalam cerpen terdapat dalam konstruksi fisiknya. Sementara fakta yang merujuk pada realitas cerpen terkandung dalam temanya. Dengan demikian, cerpen dapat disusun berdasarkan fakta yang dialami atau dirasakan penulisnya (Nuryatin, 2010: 2).
Nuryatin (2010: 3) juga mengemukakan bahwa dilihat dari sudut bentuknya, cerpen dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:

(1) Cerpen yang pendek
Cerpen yang pendek termsuk ke dalam term short short-story (cerita pendek yang pendek). Biasanya ditulis dalam satu atau setengah halam folio, ada juga yang ditulis dalam lima sampai enam halaman folio.

(2) Cerpen yang panjang
Cerpen yang panjang termasuk ke dalam term short long-story (cerita pendek yang panjang). Cerpen jenis ini biasanya ditulis hingga 30 halaman folio atau lebih. Contohnya dalam sastra Indonesia adalah cerpen “Sri Sumarah” dan “Bawuk” karangan Umar Kayam.

Dalam menulis sebuah cerpen, ada hal-hal yang harus dicermati yaitu unsur pembangun cerpen. Unsur pembangun cerpen mencakupi tema dan amanat, penokohan, alur, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya cerita (Kosasih, 2009: 392-394).

(1) Tema dan Amanat
Tema adalah inti atau ide dasar sebuah cerita. Sedangkan amanat adalah ajaran moral atau pesan dikdaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca.

(2) Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Ada dua teknik yang dapat digunakan dalam menggambarkan karakter tokoh, yaitu:
a. Teknik analitik, karakter tokoh diceritakan secara langsung oleh pengarang.
b. Teknik dramatik, karakter tokoh dikemukakan melalui:
- Penggambaran fisik dan perilaku tokoh
- Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh
- Penggambaran tata kebahasaan tokoh
- Pengungkapan jalan pikiran tokoh
- Penggambaran oleh tokoh lain

(3) Alur
Alur (plot) merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab-akibat. Secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut:
a. Pengembangan situasi cerita (expotition)
b. Pengungkapan peristiwa (complication)
c. Menuju pada adanya konflik (rising action)
d. Puncak konflik (turning point)
e. Penyelesaian (ending)

(4) Latar
Latar (setting) merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra yang meliputi keadaan tempat, waktu, dan suasana. Latar tersebut bisa bersifat faktual atau imajiner.

(5) Pusat Pengisahan/Sudut Pandang
Pusat pengisahan atau sudut padang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi pengarang terdiri atas:

a. Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita yang bersangkutan.

b. Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.

(6) Gaya Cerita
Gaya cerita (gaya bahasa) berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif, serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat bagi adegan yang seram, adegan cinta, ataupun peperangan, keputusasaan, maupun harapan. Oleh karena itu, penulis harus menguasai kosakata yang banyak agar cerpen yang dihasilkan tidak monoton.

Dalam penulisan cerpen, disamping memperhatikan unsur pembentuk cerpen juga ada hal-hal yang harus dilakukan agar proses penulisan cerpen menjadi lebih efektif. Tahap-tahap proses penulisan tersebut menurut De Porter (2003:194) antara lain:

(1) Tahap Sebelum Menulis
Pengelompokkan (clusterring) dan menulis cepat adalah dua teknik yang digunakan pada tahap proses penulisan. Pada tahap ini, penulis hanya membangun suatu fondasi untuk topik yang berdasarkan pada pengetahuan, gagasan, dan pengalaman penulis.

(2) Draft-Kasar
Pada tahap ini penulis mulai mengembangkan gagasan-gagasannya. Penulis harus memusatkan pikiran pada isi daripada tanda baca, tata bahasa, atau ejaan.

(3) Berbagi
Tahap terakhir yaitu berbagi. Pada tahap ini penulis telah menyelesaikan tulisannya. Agar tulisan yang dihasilkan lebih baik, maka dapat berbagi hasil tulisan kepada orang lain untuk memberikan penilaian secara objektif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen merupakan cerita yang mengisahkan satu peristiwa pada suatu waktu. Dalam menulis cerpen ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah unsur pembentuk cerpen dan proses kreatif (penulisan) cerpen secara efektif.

III.PEMBELAJARAN KOSAKATA

A.Pengertian Kosakata

Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1) komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; (2) kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara, penulis, atau suatu bahasa, (3) daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan penjelasan singkat dan praktis (1993: 127). Sedangkan kosakata dalam KBBI (2001: 597) diartikan sebagai perbendaharaan kata.

Pemakaian kata-kata dalam kegiatan berbahasa, pada umumya terbatas pada kata-kata yang sering digunakan. Masyarakat bahasa tidak dapat menggunakan semua kata-kata yang ada dalam suatu bahasa. Maka dalam hal ini kosakata dapat dikelompokkan atas dua bagian, yaitu kosakata “aktif” dan kosakata “pasif”. Kosakata aktif adalah kosakata yang sering digunakan dalam berbicara atau menulis, sedangkan kosakata pasif adalah kosakata yang jarang dipakai atau tidak pernah dipakai seseorang dalam berbicara ataupun menulis. Tetapi kata-kata ini tetap merupakan kosakata bahasa dalam sebuah bahasa (Bukhari 1995: 17-18).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan perbendaharaan kata yang dimiliki seseorang dalam proses berbahasa, baik lisan maupun tulisan. Dalam proses berbahasa, terdapat kosakata yang sering digunakan oleh seseorang dalam kegiatan berbahasa sehari-hari (kosakata aktif) dan kosakata yang jarang atau tidak pernah digunakan seseorang dalam berkomunikasi (kosakata pasif).

B.Pembelajaran Kosakata

Kualitas keterampilan berbahasa seseorang sangat dipengaruhi pada kualitas dan kuantitas kosakata yang dimilikinya (Tarigan 1985: 2). Semakin kaya kosakata yang dimiliki, semakin terampil pula dalam berbahasa. Perkembangan kosakata merupakan perkembangan konseptual. Suatu program yang sistematis dalam perkembangan kosakata dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, kemampuan, bawaan, dan status sosial serta faktor-faktor geografis.

Pembelajaran kosakata diajarkan dalam konteks wacana, dipadukan dengan kegiatan pembelajaran seperti percakapan, membaca, menulis. Upaya memperkaya kosakata perlu dilakukan secara terus menerus melalui surat kabar, majalah, pidato-pidato, dan sebagainya.

Untuk dapat memperoleh hasil pembelajaran kosakata yang optimal, guru perlu membekali siswa dengan kata-kata yang berkaitan dengan bidang tertentu. Dalam setiap bidang ilmu digunakan kata-kata khusus. Upaya pemerkayaan kosakata perlu dilakukan secara terus menerus dan dapat diperoleh melalui bidang-bidang tertentu (Depdikbud 2003: 35).

Untuk meningkatkan penguasaan kosakata dalam pembelajaran menulis cerpen juga dapat dilakukan dengan mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar harus berkaitan dengan materi kosakata. Materi kosakata yang dapat digunakan dalam pembelajaran kosakata antara lain:

(1) Idiom
Istilah idiom sering disebut juga ungkapan. Dalam Kamus Linguistik Kridalaksana (1993: 80) diterangkan bahwa idiom adalah (1) konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama makna yang lain; (2) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.

Contoh: Kambing hitam dalam kalimat; Dalam peristiwa kebakaran itu Hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Makna kambing hitam secara keseluruhan tidak sama dengan kambing maupun hitam.

Soedjito dalam Asruri (2000: 28) mengemukakan bahwa idiom adalah suatu ungkapan bahasa yang berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur pembentuknya. Konstruksi tersebut tidak dapat diganti atau diubah, maka konstruksi semula menjadi tidak tepat atau berbeda.

(2) Sinonim dan Antonim

a. Sinonim
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja (Kridalaksana 1993:198).

Sedangkan menurut Chaer (2006: 288) sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya kurang lebih sama. Dikatakan “kurang lebih” karena memang tidak ada dua buah kata berlainan maknanya persis sama. Yang sama sebenarnya hanya informasinya saja, sedangkan maknanya tidak persis sama. Kita lihat mati dan meninggal, kedua kata ini disebut bersinonim. Akan tetapi, kita bisa mengatakan “Kucing itu mati”; tetapi tidak bisa mengatakan “Kucing itu meninggal”.

b. Antonim
Antonim adalah leksem yang berpasangan secara antonimi (Kridalaksana 1993). Sedangkan antonimi menurut Chaer (2006: 390) adalah dua buah kata yang maknanya “dianggap” berlawanan. Dikatakan “dianggap” karena sifat berlawanan dari dua kata yang berantonim ini sangat relatif. Ada kata-kata yang mutlak berlawanan, seperti kata mati dengan kata hidup; kata siang dengan kata malam. Ada juga yang tidak mutlak seperti jauh dengan dekat; kata kaya dengan kata miskin. Seorang yang “tidak kaya” belum tentu “miskin”. Begitu juga sesuatu yang “tinggi” belum tentu “tidak rendah”.

(3) Makna Denotasi dan Konotasi

a. Denotasi
Denotasi adalah kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau didasarkan atas konvensi tertentu, sifatnya objektif (Kridalaksana 1993: 40).

Sedangkan Keraf (1985: 28) berpendapat, bahwa pengertian denotasi sesuatu yang di luar bahasa itu adalah referen, konsep, atau ide tertentu. Karena itu ia memberikan batasan denotasi itu suatu makna yang menunjukkan (denote) kepada suatu referen, konsep atau ide tertentu dari suatu referen.

Dari uraian tersebut di atas, jelas bahwa makna denotasi merupakan makna sebenarnya, yaitu makna yang mengacu pada suatu referen tanpa ada makna lainnya; bukan makna kias atau tambahan. Denotasi merupakan suatu makna yang bersifat umum, tradisional, lugas, presedensial, sehingga tidak menimbulkan interpretasi dari pendengar atau pembaca.

b. Konotasi
Konotasi (Kridalaksana 1993: 117) adalah aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).

Soedjito (dalam Asruri 2000: 31) membagi konotasi menjadi dua golongan, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa tinggi, baik, halus, sopan, menyenangkan, sakral dan sebagainya. Sedangkan konotasi negatif yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa rendah, jelek, kasar, kotor, porno, berbahaya dan sebagainya.

C. TEKNIK PEMBELAJARAN KOSAKATA

Ada beberapa teknik pembelajaran kosakata yang dapat digunakan, antara lain komunikata, kata selingkung, kartu kata, tunjuk abjad, kata salah benar, kata dari gambar, banding kata, kata berpasangan, kata kunci, bursa kata, dan sebagainya (Suyatno 2004: 66-80).

(1) Komunikata
Tujuan teknik pembelajaran komunikata agar siswa dapat mengartikan kata dari berbagai segi menurut fungsi kata tersebut. Alat yang digunakan hanya alat tulis. Teknik ini dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok.

(2) Kata Selingkung
Tujuan teknik pembelajaran selingkung agar siswa dapat menentukan kata yang mempunyai makna berdekatan dengan kata tersebut. Umpamanya, guru menyodorkan kata akar kemudian siswa menyebutkan kata selingkungnya berupa batang, daun, buah, dan seterusnya. Alat yang diperguanakan kartu kata secukupnya. Kegiatan ini dapat dilakukan perseorangan maupun kelompok.

(3) Kartu Kata
Teknik kartu kata merupakan teknik pembelajaran kata majemuk melalui kartu. Kartu tersebut berukuran 2 cm lebarnya dan panjang 15 cm yang di dalamnya tertulis kata tunggal. Teknik pembelajaran ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Teknik pembelajaran kartu kata bertujuan agar siswa dapat dengan mudah, senang, dan bergairah dalam memahami kata majemuk melalui proses yang dilaluinya sendiri.

(4) Tunjuk Abjad
Tujuan pembelajaran tunjuk abjad adalah agar siswa dapat memproduksi kata dengan cepat dan banyak dalam waktu yang singkat. Ketika guru menyodorkan huruf s, siswa dapat menyebutkan sukses, sikat, sakit, susah, sehat, dan seterusnya asalkan kata tersebut diawali dengan huruf s. Alat yang dibutuhkan adalah kartu huruf sebanyak-banyaknya. Teknik ini dapat dilakuakan secara individu maupun kelompok.

(5) Kata Salah Benar
Tujuan teknik pembelajaran kata salah benar adalah agar siswa dapat memilih kata yang benar dan yang salah dengan cepat. Jika guru menyodorkan kata yang benar kepada siswa, siswa menuliskan huruf B di buku tulisnya. Siswa dapat menyebutkan kata yang benar dengan huruf B dan yang salah dengan huruf S. Umpamanya guru memperlihatkan di depan kelas kata apotik maka siswa segera menyebutkan huruf S ke dalam buku tulisnya pertanda kata tersebut ‘salah’. Alat yang dibutuhkan adalah lembar yang ditulisi kata yang benar maupun kata yang salah penulisannya.

(6) Kata dari Gambar
Teknik pembelajaran kata dari gambar bertujuan agar siswa dapat membuat kata dengan cepat berdasarkan gambar yang dilihat. Misalnya guru menunjukkan gambar banjir yang melanda sebuah desa. Dari gambar tersebut siswa meproduksi kata air, musibah, bencana, ikan, kotoran, berbau, dan seterusnya dalam waktu yang ditentukan. Alat yang dibutuhkan adalah gambar-gambar yang bervariasi sesuai dengan tema pembelajaran, yang berukuran sama dengan kalender besar.

(7) Banding Kata
Tujuan teknik pembelajaran banding kata adalah agar siswa dapat mengartikan kata yang bersinonim atau berantonim. Siswa diberi 4 kata yang bersinonim atau 2 kata yang berantonim kemudian siswa memaknai masing-masing kata sehingga menemukan persamaan atau perbedaan melalui pembandingan. Alat yang digunakan adalah amplop dan kartu kata yang ditempel di kertas manila agar dapat digunakan dalam pembelajaran berikutnya.

(8) Kata Berpasangan
Tujuan teknik pembelajaran kata berpasangan adalah agar siswa dapat membuat kata majemuk dengan cepat dan tepat. Tiap siswa menerima satu kata kemudian siswa tersebut mencari pasangan dengan teman yang lain sambil mencocokkan kata yang diterima masing-masing yang dapat membentuk kata majemuk. Alat yang digunakan adalah kartu kata sejumlah siswa.

(9) Kata Kunci
Tujuan teknik pembelajaran kata kunci adalah agar siswa dapat menentukan kata yang dapat mewakili isi bacaan atau isi tulisan. Saat diberikan satu lembar tulisan, siswa dapat memaknai tulisan tersebut dengan minimal 5 kata. Umpamanya, setelah siswa diberikan tulisan Surabaya, siswa langsung menuliskan kata kemacetan, kumuh, banjir, polusi, dan sibuk. Alat yang diperlukan fotokopi tulisan yang sesuai dengan tema pembelajaran. Kegiatan ini dapat dilakukan secara perseorangan maupun kelompok.

(10) Bursa Kata
Teknik pembelajaran bursa kata bertujuan agar siswa dapat menerangkan makna serta memahami strukturnya secara cepat berdasarkan kemampuan siswa sendiri. Alat yang dibutuhkan adalah stoples besar yang tembus pandang dengan isi potongan kata sebanyak-banyaknya (kata dapat berjumlah ratusan). Akan lebih baik, kata tersebut ditempel di atas kertas manila atau kertas yang agak tebal agar awet. Kata dapat diperoleh dari membuat sendiri atau menggunting kata dari koran, majalah, atau surat.
Dalam makalah ini, penulis menggunakan teknik kartu kata untuk meningkatkan penguasaan kosakata dalam pembelajaran cerpen.

IV. PEMBELAJARAN KOSAKATA MELALUI TEKNIK KARTU KATA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN

Teknik kartu kata merupakan teknik pembelajaran kata majemuk melalui kartu. Kartu tersebut berukuran 2 cm lebarnya dan panjang 15 cm yang di dalamnya tertulis kata tunggal. Permainan ini dapat diterapkan secara individu dan kelompok. Teknik pembelajaran kartu kata ini bertujuan agar siswa dapat dengan mudah, senang, dan bergairah dalam memahami kata majemuk melalui proses yang dilaluinya sendiri.
Pembelajaran melalui teknik kartu kata memiliki beberapa keunggulan diantaranya menciptakan suasana menyenangkan dalam belajar dan dapat memacu kreativitas siswa. Akan tetapi, teknik ini juga memiliki kekurangan yaitu siswa tidak dibiarkan mencari kosakata sendiri karena terpatok pada kosakata yang diberikan oleh guru.
Teknik kartu kata dapat diterapkan pertama-tama dengan membagi kartu kepada seluruh siswa. Tiap siswa mendapatkan delapan atau sepuluh kartu yang di dalamnya sudah tertera kata. Kartu yang diberikan haruslah genap karena kartu tersebut akan digabungkan menjadi kata majemuk. Tugas siswa memasangkan kartu satu dengan kartu lainnya. Pemasangan itu harus dapat memunculkan makna baru.

Teknik kartu kata ini akan diterapkan pada pembelajaran menulis cerpen. Oleh karena itu, kata-kata yang dicantumkan pada karu hendaknya disesuaikan dengan topik penulisan cerpen yang akan diajarkan. Topik ini sebaiknya disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Misalkan, pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMA kelas XII, standar kompetensinya adalah “mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk resensi dan cerpen”. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah “menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, peristiwa, latar)”. Maka kartu kata yang digunakan dapat berisi kata-kata tentang kehidupan sehari-hari seperti, berlibur, mendaki, berlayar, berpergian, dan sebagainya.

Kartu kata juga dapat berisi kosakata seperti idiom, sinonim dan antonim, serta denotasi dan konotasi. Apabila dilakukan terus menerus, kata-kata dari kartu kata tersebut dapat menambah perbendaharaan siswa.

Pembelajaran kosakata dengan teknik kartu kata dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: perama, guru membagikan kartu kata yang telah disiapkan sebelumnya. Pembelajaran dapat dilakukan secara berkelompok. Tiap kelompok menerima 50 kartu kata. Kata-kata tersebut disusun dalam waktu 10 menit. Adanya batasan waktu membuat siswa lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya. Diharapkan tidak memberikan kartu kata dalam jumlah sedikit, karena akan menjadikan beberapa anggota kelompok yang pasif. Berdasarkan kartu kata yang telah tersusun itu, siswa mulai membuat cerpen.

Dengan pembelajaran kartu kata tersebut diharapkan dapat meningkatkan penguasaan kosakata. Dengan meningkatnya penguasaan kosakata, siswa diharapkan dapat lebih mudah mengikuti pembelajaran menulis, sehingga mampu menulis cerpen dengan baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya meningkatkan kemampuan menulis cerpen dapat dilakukan dengan memberikan pembelajaran kosakata menggunakan teknik kartu kata. Pembelajaran kosakata tersebut dapat berupa kata-kata idiom, kata-kata denotasi dan konotasi, serta kata-kata sinonim dan antonim. Dengan pembelajaran kosakata diharapkan mampu meningkatkan kulaitas dan kuantitas perbendaharaan kata siswa, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran menulis pada umumnya dan menulis cerpen pada khusunya.

V.SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka upaya meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pembelajaran kosakata menggunakan teknik kartu kata yang di dalamnya terdapat kosakata (jenis idiom, sinonim dan antonim, serta denotasi dan konotasi), dan memberikan wacana yang relevan. Untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen, siswa dapat disuruh untuk membuat cerpen berdasarkan pengalaman orang lain dengan menggunakan kosakata baru yang telah dipelajarinya.


VI. DAFTAR PUSTAKA

Asruri, Djoko. 2000. Penguasaan Kosakata Melalui Pembelajaran Membaca dan Menyimak pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: Sebuah Eksperimen. Tesis: UNNES.

Buchari. 1995. Kontribusi Penguasaan Kosakata dan Penguasaan Struktur Kalimat terhadap Kemampuan Mengarang (Studi Deskriptif-Analitik pada Siswa Kelas III SMA Negeri di Kotamadya Banda Aceh). Tesis: IKIP Bandung.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Darningsih. 2005. Peningkatan Penguasaan Kosakata untuk Memahami Wacana Bahasa Inggris Melalui Penggunaan Media Permainan Scrabble pada Siswa Kelas I SMP Negeri 2 Ampel Boyolali. Skripsi: FIP UNNES.

Depdikbud. 2003. GBPP Bahasa Inggris. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

DePorter, Bobbi, dan Mike Hernacki. 2003. Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Keraf, Gorys. 1985. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.

Kosasih, E. 2009. Bahasa Indonesia Untuk SMA/MA, Ringkasan Materi X, XI, dan XII. Bandung: Yrama Widya.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nuryatin, Agus. 2010. Mengabadikan Pengalaman dalam Cerpen, 7 Langkah Pembelajaran Menulis Cerpen. Rembang: Yayasan Adhigama.

Purwo. 1997. Pokok-pokok Pengajaran Bahasa dari Kurikulum 1994 Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Senjaya, Sutisna. 2010. Pengaruh Kosa Kata dalam Kemampuan Menulis.(online) (diposting pada 29 Nopember 2010, www.sutisna.com).

Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.

Tarigan, H. G. 1985. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.