Menurut Rustono (1999) tindak tutur dibedakan menjadi tindak tutur harfiah, tindak tutur tidak harfiah, tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.
1)Tindak tutur harfiah adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
2)Tindak tutur tidak harfiah adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan kata-kata yang menyusunnya.
3)Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang digunakan secara konvensional.
4)Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang digunakan secara tidak konvensional.
Apabila keempat jenis tindak tutur tersebut digabung maka diperoleh empat macam tindak tutur interseksi, antara lain:
a.Tindak tutur langsung harfiah
Tuturan di bawah ini adalah tuturan yang dituturkan oleh seorang petugas pemeriksa keamanan kepada seseorang yang menjalani pemeriksaan. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur harfiah.
Dokter : “Angkat tangan!”
Pasien : (mengangkat kedua tangannya, siap-siap untuk diperiksa)
b.Tindak tutur langsung tidak harfiah
Tuturan di bawah ini adalah tuturan yang diucapkan oleh seseorang kepada temannya yang bekerja sebagai pedagang.
A :“Daripada seperti ini terus, lebih baik gulung tikar saja!
c.Tindak tutur tidak langsung harfiah
Tuturan di bawah ini adalah tuturan yang diucapkan oleh seorang dokter kepada pasiennya yang mengalami kelaianan pada kelenjar ketiak.
Dokter : “Bagaimana kalau Bapak angkat tangan sebentar?”
d. Tindak tutur tidak langsung tidak harfiah
Tuturan di bawah ini adalah tuturan yang diucapkan oleh penutur yang mengajak temannya menyerah dalam menyelesaikan tugas yang sulit.
A : “Untuk menghemat waktu kita lebih baik angkat tangan saja”
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan keempat jenis tindak tutur interseksi tersebut antara lain sebagai berikut:
(1)“Buka mulut!” (harfiah)
(2)“Tutup mulut!” (tidak harfiah)
(3)“Bagaimana kalau mulutnya dibuka?” (tidak langsung harfiah)
(4)“Untuk menjaga rahasia, lebih baik kita semua menutup mulut kita masing-masing.” (tidak langsung tidak harfiah)
Sedangkan yang dimaksud dengan praanggapan, perikutan, vernakuler, seremonial, peformatif, isbatih, deklaratif, perlokusi, dan komisif adalah:
a.Praanggapan
Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan. Yang dimaksud dengan dasar bersama adalah bahwa sebuah praanggapan hendaknya dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur sebagai pelaku percakapan di dalam bertindak tutur.
Contoh:
Tuturan (1) dan (2) berikut mempraanggapan tuturan yang lain.
(1)Wediana membeli passeo.
(2)Orang tua Anistia sudah meninggal dunia.
Tuturan yang dipraanggapan oleh tuturan (1) dan (2) adalah tuturan (3) dan (4) di bawah ini:
(3)(Ada kertas tisu merek passeo.
(4)Aistia mempunyai orang tua.
Tuturan (3) dan (4) masing-masing merupakan praanggapan dari tuturan (1) dan (2).
b.Perikutan
Perikutan adalah iplikasi logis dari sebuah tuturan (Gunawan dalam rustono, 1999). Perikutan tidak lain adalah konsekuensi mutlak dari sebuah tuturan.
Contoh:
(1)Orang itu berlari.
(2)Orang itu bergerak)
Verba bergerak merupakan implikasi logis dari verba berlari.
c.Vernakuler
Tindak Tutur Vernakuler adalah tindak tutur yang dapat dilakukan oleh setiap anggota masyarakat. Tindak tutur itu antara lain: verba meminta, mengucapkan terima kasih, dan memuji.
Contoh:
(1)“Saya berterima kasih atas kesempatan ini.”
(2)“Bagaimana kalau saya tidak ikut berdiskusi?”
Kedua tuturan di atas merupakan tuturna vernakuler karena keduanya dapat dituturkan oleh mahasiswa dapat pula dituturkan oleh petani (setiap orang).
d.Seremonial
Tindak tutur seremonial adalah tindak tutur yang dilakukan oleh orang yang berkelayakan untuk hal yang dituturkannya. Tindak menikahkan orang, memutuskan perkara, membuka sidang MPR/DPR, memulai upacara ritual, dsb.
Contoh:
“Dengan ini, saudara saya nikahkan dengan saudara Rohana, Puri Bapak Sutomo.”
Tuturan di atas merupakan tuturan menikahkan orang yang harus dilakukan oleh pennghulu. Orang awam, dokter, insinyur, tidak dapat serta merta menuturkan tuturan tersebut.
e.Performatif
Tuturan atau ujaran performatif dalam Kamus Linguistik (1993:221) adalah ujaran yang memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan pembicara dan bahwa dengan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan pada saat itu juga.
Misal: Dalam ujaran Saya Mengucapkan Terima kasih, pembicara mengujarkannya dan sekaligus menyelesaikan perbuatan ‘mengucapkan’ itu.
Sedangkan menurut Gunawan dalam rustono (1999:35) bahwa tuturan performatif adalah tuturan yang merupakan tindakan melakukan sesuatu dengan membuat tuturan itu. Tuturan “Saya mohon maaf atas keterlambatan saya” merupakan contoh tuturan performatif. Berhadapan denga tuturan performatif, tidak dapat dikatakan bahwa tuturan performatif itu adalah tuturan yang salah atau benar.
Keahlian tuturan performatif bergantung kepada pemenuhan persyaratan kesahihan atau felicity conditions. Syarat kesahihan itu antara lain:
1.Harus ada prosedur konvensional yang mempunyai efek konvensional dan prosedur itu harus mencakupi pengujaran kata-kata tertentu oleh orang-orang tertentu pada peristiwa tertentu.
2.Orang-orang dan peristiwa tertentu di dalam kasus tertentu harus berkelayakan atau yang patut melaksanakan prosedur itu.
3.Prosedur itu harus dilaksanakan oleh para peserta secara benar.
4.Prosedur itu harus dilaksanakan oleh para pesertan secara lengkap.
Contoh:
(1)Saya berjanji akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
(2)Saya namai daerah dengan banyuwangi.
(3)Saya yakin dapat memenangkan pertandingan itu.
(4)Saya rasa Anda telah memenangkan negosiasi dengan perusahaan ternama itu.
Pada contoh kalimat performatif nomor (1) terdapat lima syarat kesahihan untuk tindak tutur berjanji, yaitu:
oPenutur sudah dapat dipastikan bermaksud untuk memenuhi apa yang ia janjikan.
oPenutur harus berkeyakinan bahwa lawan tutur percaya bahwa tindakan yang dijanjikan menguntungkan poendengar.
oPenutur harus berkeyakinan bahwa ia mampu memenuhi janji itu.
oPenutur harus meprediksi tindakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang.
oPenutur harus mampu memprediksi tindakan yang akan dilakukan oleh dirinya sendiri.
Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa sebuah tuturan ‘berjanji’ sahih apabila syarat-syarat kesahihan itu tidak terpenuhi secara lengkap, kesahihan tuturan ”berjanji” itu kurang'.
f.Isbatih atau deklarasi
Tindak tutur Isbati disebut juga tindak tutur deklarasi, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tuturan yang termasuk Isbati antara lain: memutuskan, melarang, membatalkan, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, mengampuni, memaafkan, dsb.
Contoh:
(1)“Saya tidak jadi datang ke rumahmu besok”.
(2)“Aku ingin kembali kepadamu”
(3)“ Jangan pernah menghukum anakmu lagi dengan keras”.
(4)“Aku akan memaafkan kesalahanmu”.
g. Perlokusi
Tuturan yang diucapkan seseorang penutur sering memiliki efek atau daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang dimaksud perlokusi. Efek tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula dengan tidak sengaja.
Contoh:
Tuturan, “sebentar lagi harga gabah turun” yang disampaikan kepada petani yang masih menyimpan banyak gabah merupakan tindak perlokusi.
Hal itu terjadi karena tuturan itu mempunyai daya mempengaruhi petani itu, yaitu petani itu menjadi ketakutan mengalami kerugian jika gabahnya tidak segera dijual.
h.Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Termasuk tuturan komisif antara lain: berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, dsb.
Contoh:
(1)Saya berjanji akan melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya.”
Tuturan di atas mengikat penuturnya untuk melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Ikatan untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya dinyatakan penuturnya yang membawa konsekuensi bagi dirinya untuk memenuhinya.
(2)“Besok saya akan datang ke rumah Bapak”.
(3)“Jika tidak dibayar pada tanggal 2 nanti, Anda akan dikenakan denda 20 persen dari biaya sebenarnya.”
(4)“Aku akan melamarmu tahun depan, Hani.”
(5)“Aku tidak akan kembali ke rumah sebelum cita-citaku menjadi dokter tercapai”.
Sumber :
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.
8 bulan 3 pekan 5 hari
-
Dzuriatku sayang, tak terasa hampir sembilan bulan kau di rahimku. Merasai
gerakanmu yang aktif di rahim ibu, tak sabar rasanya ingin segera
mendekapmu cin...
0 komentar:
Posting Komentar