Analisis Stilistika terhadap Puisi-puisi Soekamto

Kamis, 22 Juli 2010

Abstrak : Puisi merupakan suatu karya sastra yang banyak digunakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pikiran dan perasaan pengarang kepada pembaca. Bahasa dalam karya sastra merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian atau konvensi dari masyarakat. Bahasa yang digunakan di dalam puisi cenderung menyimpang dari kaidah kebahasaan, bahkan menggunakan bahasa yang dianggap aneh atau khas. Puisi-puisi Soekamto secara garis besar tidak memiliki rima yang teratur. Puisi-puisi tersebut mengandung asonansi, aliterasi, dan rima. Di samping itu, puisi-puisi Soekamto jug mengandung gaya bahasa dan bahasa kiasan, seperti paralelisme, hiperbola, peronifikasi, dan metafora.

Kata Kunci : Puisi, Asonansi, Aliterasi, Rima, Gaya Bahasa, Bahasa Kiasan


I.LATAR BELAKANG

Puisi merupakan suatu karya sastra yang banyak digunakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pikiran dan perasaan pengarang kepada pembaca. Puisi sebagai karya sastra menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan makna. Makna tersebut diungkapkan melalui sistem tanda yaitu tanda-tanda yang mempunyai arti.

Bahasa dalam karya sastra merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian atau konvensi dari masyarakat. Bahasa yang digunakan di dalam puisi cenderung menyimpang dari kaidah kebahasaan, bahkan menggunakan bahasa yang dianggap aneh atau khas. Penyimpangan penggunaan bahasa dalam puisi, menurut Riffaterre (dalam Supriyanto, 2009: 2) disebabkan oleh tiga hal yaitu displacing of meaning (pengganitan arti), dan creating of meaning (perusakan atau penyimpangan arti), dan creating of meaning (penciptaan arti).

Oleh karena banyak penyimpangan arti di dalam puisi, maka pengamatan atau pengkajian terhadap puisi khususnya dilihat dari gaya bahasanya sering dilakukan. Pengamatan terhadap puisi melalui pendekatan struktur untuk menghubungkan suatu tulisan dengan pengalaman bahasanya disebut sebagai analisis stilistika.

Beberapa puisi yang sangat menarik untuk dikaji menggunakan analisis stilistika adalah puisi karya Soekamto. Karya Soekamto yang akan dikaji adalah tiga buah puisi yang dimuat di dalam kumpulan puisi kompas, yaitu Lembar Kehidupan (2005), Suatu Saat Kita Susun Cerita Bersama (2007), dan Cerita Menjelang Malam (2008). Ketiga puisi tersebut menarik untuk dikaji karena banyak menggunakan gaya bahasa dan pengulangan kata yang tidak lazim digunakan dalam bahasa baku (penyimpangan bahasa).


II.BIOGRAFI SOEKAMTO

Soekamto adalah seorang Pegawai Negeri Sipil lulusan Fakultas Hukum UNTAG 1945, sekarang bekerja di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang. Ia dilahirkan di Semarang pada tanggal 3 Nopember 1965. Mulai aktif menulis sejak lulus SMP, dan setelah bersahabat dengan Handry TM dan Agus Maladi Irianto semangant kepenulisannya semakin terpacu. Pada masa kepengurusan Keluarga Penulis Semarang (KPS) dipimpin oleh Handry TM (1990-an), Soekamto aktif memegang devisi panggung sastra yang secara rutin mengadakan kegiatan bulanan di TBRS.

Karya-karyanya pernah dimuat di Harian Suara Merdeka, Wawasan, Kartia (alm.), Bahari, dan lain-lain. Puisi-puisinya juga mewarnai beberapa antologi puisi penyair Jawa Tengah (1991), Antologi Puisi Semarang “Lawang Sewu” (1995), Antologi Puisi Penyair Semarang dalam acara Festival Semarang (1996), Kumpulan puisi penyair Jawa Tengah (Jentera Terkasa) dalam rangka “Pasar Puisi” Taman Budaya Jawa Tengah (1998). “Langit Semarang” diterbitkan Taman Budaya Jawa Tengah bersama lima penyair Semarang, diantaranya Timur Sinar Suprabana, Handry TM, dan Beno Siang Pamungkas (2008), dan membukukan sajak-sajaknya dalam Kumpulan Sajak “Bulan Pecah” (2008).
Saat ini, Soekamto menjabat sebagai Sekretaris Umum Dewan Kesenian Semarang (dekase) periode 2008-2012.


III.PUISI

a.Lembar kehidupan

matahari menggeliat dan terjaga dari tidurnya
warna merah jingga menghias angkasa
aku pun tafakur dalam sujud
memohon ridlo-NYA melangkahkan kaki
menapaki tanah terjal bebatuan
luaslapangnya padang pasir
luasdalamnya lautan biru
dan tinggi tak berbatasnya angkasa raya
yang terlintas dibuku – buku pelajaran

lembar demi lembar
kuejabaca kata demi kata rangkaian kalimat
di lembaran tanah terjal bebatuanmu
kutemu pepohonan, tanah merah yang menyatu dikesuburanmu
di lembaran luaslapangnya padang pasir
kutemu jutaan butiran pasir membara
di lembaran luasdalamnya lautan birumu
kutemu air, ikan dan pepohon laut
di lembaran tinggi tak berbatasnya angkasa rayamu
kutemu angin, mendung, matahari, bulan, bintang
dan burung burung beterbangan

membuka lembaran demi lembaran
kehidupan banyak rintangperintang membolamata
menghadang
aku terus melaju
membuka lembaran buku – buku pelajaran
hingga habis kutelanbaca
karena aku ingin sampai di garis cakrawala

Semarang, 120405



b.Suatu saat kita susun cerita bersama
: bapak Soekiswanto

Tanpa terasa empat kalender terlampaui
disaat semilir angin merekaterat
uliran tali dan persenyawaan
dua warna yang berbeda
matahari pun perlahan terus melangkah
kembali ke peraduaanya
esok
hari dan tanggal pun tenggelamkan
empat puluh delapan purnama
batas garis birokrasi
kau lenyap samarkan
bulan pun ringan melenggang
mengutuhbulatkan lingkarannya dari gerhana
esok
hari dan tanggal pun bertambah
tanpa terasa empat kalender
telah habis tertelanbaca
diawalnya pertemuan
perpisahan pun mengakhiri cerita
sesungguhnya rentang waktu
yang terlewatkan terlalu belia
tapi ini bukanlah akhir dari cerita kita
dalam menelusur jalan matahari
karena masih banyak cerita
yang musti kita susun bersama
tanpa terasa empat kalender
telah kita lalui bersama
diakhir cerita ini
tak ada kata lain
kecuali maaf
dan biarkan matahari terus melangkah
kembali keperaduannya
karena esok
masih banyak yang harus kita perjuangkan
meski ditempat yang berbeda
dan suatu saat kita akan menyusun cerita bersama

Semarang 24072007

c.Cerita menjelang malam
: almarhum muhadi

Menjelang malam
dijalanan beraspal kau terobos semilirnya angin
wajahmu pucatpasi tanpa sinar matahari
gerimis menabuh kesunyian
dedaunan pun berguguran
berserakan dibahu jalan raya
sesungguhnya kau ingin berbagi cerita
pada anak istrimu yang terluka
pada orang orang yang mengelilingimu
di pembaringan
dengan mata sayu dan mulut kaku
engkau tetap diam dalam kebekuan
kecuali tak lebih untuk berontak
membelah langit sap tujuh
yang berselimut kabut
dan mendung
di antara rasa sakit yang terus deraan tubuhmu
hujanpun berteriak keras
menenggelamkan gerimismu
yang menghilang dibalik malam
mencekam
esok
ketika matahari hampir di atas kepala
kau ternyata sudah jauh meninggalkan kita semua
kau pun tersenyum sembari melambaikan tangan
dan menghilang dibalik megamega.

Semarang, 2008


IV.ANALISIS STILISTIKA

Penelitian stilistika menaruh perhatian pada penggunaan bahasa dalam karya sastra. Persoalan yang menjadi fokus perhatian stilistika adalah pemakaian bahasa yang menyimpang dari bahasa sehari-hari, atau disebut bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa bisa berupa penyimpangan terhaap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah, dan pemakaian bahasa asing atau unsur-unsur asing. Penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan tersebut diduga dilakukan untuk tujuan tertentu.

Pusat perhatian stilistika adalah penggunaan bahasa (gaya bahasa) secara literer dan sehari-hari. Sebagai stylist, seseorang harus mampu menguasai norma bahasa pada masa yang sama dengan bahasa yang dipakai dalam karya sastra. Penggunaan gaya bahasa juga diarahkan oleh bentuk karya sastra yang ingin dihasilkan. Misalnya, gaya penataan puisi berbeda dengan gaya penataan bentuk prosa fiksi. Dalam puisi, salah satu kemampuan yang dimiliki penyair adalah penggunaan bunyi dalam karya sastra yang terjadi antara bunyi vokal dan konsonan.

Paduan bunyi-bunyi tersebut dinamakan asonansi, aliterasi, dan rima. Asonansi adalah paduan bunyi vokal antara kata-kata dalam satuan larik. Aliterasi adalah paduan bunyi konsonan antara kata-kata dalam satuan larik. Sedangkan rima merupakan paduan bunyi konsonan yang sama, tetapi diawali oleh bunyi vokal yang sama pada akhir larik yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar puisi-puisi karya Soekamto tidak memiliki bunyi (rima) yang teratur. Gaya bahasanya bebas, tidak seperti puisi lama yang sangat memperhatikan rima dan jumlah baris. Akan tetapi, dalam puisi-puisi Soekamto masih terdapat beberapa asonansi dan aliterasi bahkan ada beberapa yang memiliki rima yang sama. Hal ini tidak diketahui apakah Soekamto menggunakannya secara sengaja ataukah tidak sengaja. Karena karya-karyanya lebih menonjolkan gaya bahasa kias yang sangat kental.

Asonansi pada puisi Lembar Kehidupan karya Soekamto terdapat pada kata ‘terjaga’ dan ‘tidurnya’; ‘angakasa’ dan ‘raya’. Kata-kata tersebut mengandung asonansi [a]. Asonansi [u] terdapat pada kata ‘menyatu’ dan ‘dikesuburanmu’. Sedangkan aliterasi [n] terdapat pada kata ‘lembaran’ dan ‘pelajaran’ serta pada kata ‘lembaran’ dan ‘demi lembaran’. Di samping itu terdapat rima [mu] pada kata ‘bebatuanmu’(bait 2 baris 3) dan ‘dikesuburanmu’ (bait 2 baris 4).

Pada puisi Suatu Saat Kita Susun Cerita Bersama terdapat asonansi [a] yaitu pada kata-kata ‘warna’ dan ‘berbeda’; ‘tanpa’ dan ‘terasa’; ‘kita’ dan ‘bersama’. Sedangkan pada puisi Cerita Menjelang Malam terdapat asonansi [i] pada kata ‘pucatpasi’ dan ‘matahari’; asonansi [u] pada kata ‘sayu’ dan ‘kaku’; serta asonansi [a] pada kata ‘kita’ dan ‘semua’. Di samping itu juga terdapat aliterasi [n] pada larik ‘dedaunan pun berserakan’; dan rima [am] pada kata ‘malam’ (bait3 baris 4) dan ‘mencekam’ (bait 3 baris 5).

Di samping asonansi dan aliterasi, puisi-puisi karya Soekamto memiliki ciri khas yaitu adanya ‘bentuk ulang’. Bentuk ulang menurut Pradopo (1993: 108) merupakan gabungan kata yang berupa pengulangan kata yang dapat memberikan efek peyangatan atau melebih-lebihkan.

Bentuk ulang itu hampir terdapat pada semua puisinya. Pada puisi Lembar Kehidupan terdapat dua bentuk ulang yaitu ‘buku-buku’ dan ‘burung burung’. Sedanngkan pada puisi Cerita Menjelang Malam terdapat bentuk ulang ‘megamega’.

Bentuk ulang tersebut digunakan oleh penyair untuk menekankan arti atau memberikan efek yang mantap. Selain bentuk ulang, penekanan arti juga diberikan dengan cara menggabungkan dua kata yang seharusnya dipisah. Penggabungan ini sungguh unik, karena tidak banyak puisi dari penyair lain yang menggunakan bentuk seperti ini. Seperti, luaslapangnya, luasdalamnya, kuejabaca, rintagperintang, membolamata, kutelanbaca, pucatpasi, megamega, merekaterat, dan tertelanbaca.

Gabungan kata-kata tersebut dimaksudkan untuk menekankan bahwa makna pada kata-kata yang digabungkan memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan kata lainnya. Di samping itu, penggabungan biasanya digunakan untuk memberikan efek membesar-besarkan atau memperjelas makna. Sedangkan untuk memberikan efek keindahan, Soekamto menggunakan berbagai macam gaya bahasa dan bahasa kias.

Dalam buku Pengkajian Puisi karangan Dr. Rahmat Djoko Pradopo, dijelaskan cara menyampaikan pikiran atau perasaan ataupun maksud-maksud lain melalui gaya bahasa. Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu di dalam hati pembaca. Gaya bahasa meliputi, tautologi, pleonasme, enumerasi, paralelisme, retorik retiense, hiperbola, paradoks, dan kiasmus.

Pada ketiga puisi karya Soekamto hanya ditemukan dua gaya bahasa yaitu paralelisme dan hiperbola.

(1)Paralelisme

Paralelisme atau pensejajaran yaitu gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa. Kalimat yang berikut hanya dalam satu atau dua kata berlainan dari kalimat yang mendahului.

a.Pada puisi Lembar Kehidupan (bait ke-2 baris ke-3-10) :

..................
di lembaran tanah terjal bebatuanmu
kutemu pepohonan, tanah merah yang menyatu dikesuburanmu
di lembaran luaslapangnya padang pasir
kutemu jutaan butiran pasir membara
di lembaran luasdalamnya lautan birumu
kutemu air, ikan dan pepohon laut
di lembaran tinggi tak berbatasnya angkasa rayamu
kutemu angin, mendung, matahari, bulan, bintang
...................


b.Pada Puisi Cerita Menjelang Malam (bait ke-2 baris ke-3 dan 4) dan (bait ke-4 baris ke-3 dan 4):

....................
pada anak istrimu yang terluka
pada orang orang yang mengelilingimu
....................

.....................
kau ternyata sudah jauh meninggalkan kita semua
kau pun tersenyum sembari melambaikan tangan
.....................

(2)Hiperbola

Hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal atau keadaan. Gaya bahasa hiperbola hanya ditemukan pada puisi Cerita Menjelang Malam bait ke-2 baris ke-8 dan bait ke-4 baris ke-2:
..........................
membelah langit sap tujuh
..........................
..........................
hujan pun berteriak keras
........................


Di samping gaya bahasa, pada ketiga puisi karya Soekamto juga ditemukan bahasa kias yaitu personifikasi dan metafora.

(1)Personifikasi
Personifikasi yaitu bahasa kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ditemukan pada ketiga puisi tersebut.

a.Pada puisi Lembar Kehidupan ditemukan satu bahasa kias personifikasi, yaitu pada bait ke-1 baris ke-1:

matahari menggeliat dan terjaga dari tidurnya
.....................

b.Pada puisi Suatu Saat Kita Susun Cerita Bersama ada empat bahasa kias personifikasi, yaitu:

Bait ke-3 baris ke-1:
matahari pun perlahan terus melangkah

Bait ke-4 baris ke-6:
bulan pun ringan melenggang

Bait ke-7 baris ke-3 dan 4:
sesungguhnya rentang waktu
yang terlewatkan terlalu belia

Bait ke-8 baris ke-6:
dan biarkan matahari terus melangkah

c.Pada puisi Cerita Menjelang Malam terdapat satu bahasa kias personifikasi, yaitu pada bait ke-1 baris ke-4:

.................
gerimis menabuh kesunyian
.................

(2)Metafora

Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Bahasa kiasan metafora terdapat di ketiga puisi karya Soekamto.

a.Pada puisi Lembar Kehidupan terdapat pada bait terakhir baris terakhir.

..................
karena aku ingin sampai di garis cakrawala


b.Pada puisi Suatu Saat Kita Susun Cerita Bersama terdapat pada bait ke-6 baris ke-6:

....................
dalam menelusur jalan matahari
.....................


c.Pada puisi Cerita Menjelang Malam terdapat pada bait pertama baris ke-6:

....................
berserakan di bahu jalan raya


V.SIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tiga puisi karangan Soekamto, secara garis besar tidak memiliki bunyi (rima) yang teratur. Gaya bahasanya bebas, tidak seperti puisi lama yang sangat memperhatikan rima dan jumlah baris. Akan tetapi, dalam puisi-puisi Soekamto masih terdapat beberapa asonansi dan aliterasi bahkan ada beberapa yang memiliki rima yang sama.

Di samping itu, puisi-puisi Soekamto juga mengandung gaya bahasa dan bahasa kiasan yang digunakan untuk menambah nilai rasa. Gaya bahasa yang digunakannya antara lain paralelisme dan hiperbola, sedangkan bahasa kiasan yang digunakan adalah personifikasi dan metafora.




VI.DAFTAR PUSTAKA

Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soekamto. 2009. Kumpulan Puisi Kompas. (online)(http://kompas.com diakses 1 April 2009 pukul 01:12 WIB)

Supriyanto, Teguh. 2009. Stilistika dalam Prosa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

0 komentar: