Bidal-bidal Prinsip Kesantunan Menurut Leech

Kamis, 22 Juli 2010

Menurut Leech prinsip kesantunan didasarkan pada kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah itu tidak lain adalah bidal-bidal atau pepatah yang berisi nasihat yang harus dipatuhi agar tuturan penutur memenuhi prinsip kesantunan. Secara lengkap Leech mengemukakan prinsip kesantunan yang meliputi enam bidal berdasarkan subbidalnya sebagai berikut:

a.Bidal ketimbangrasaan (tact maxim)

(1) Minimalkan biaya kepada pihak lain!
(2) Maksimalkan keuntungan kepada pihak lain!

b. Bidal kemurahhatian (generosity maxim)

(1) Minimalkan keuntungan kepada diri sendiri!
(2) Maksimalkan keuntungan kepada pihak lain!

c. Bidal keperkenaan (approbation maxim)

(1) Minimalkan penjelekan kepada pihak lain!
(2) Maksimalkan pujian kepada orang lain!

d. Bidal kerendahhatian (modesty maxim)

(1) Minimalkan pujia kepada diri sendiri!
(2) Maksimalkan penjelekan kepada diri sendiri!

e. Bidal kesetujuan (aggreement maxim)

(1) Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain!
(2) Maksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain!

f. Bidal kesimpatian (sympathy maxim)

(1) Minimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain!
(2) Maksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain!


Keenam bidal menurut Leech di atas dapat dilihat penjelasannya di bawah ini:

a.Bidal Ketimbangrasaan

Bidal ketimbangrasaan di dalam prinsip kesantunan memberikan petunjuk bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya.

Contoh:

(1) A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
B : Jangan, tidak usah!

(2) A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
B : Ni, itu baru namanya teman.

Di dalam tingkat kesantunan tuturan (1) B berbeda dari tuturan (2) B. Hal itu demikian karena tuturan (1) B meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur. Sementara itu, tuturan (2) B sebaliknya, yaitu memaksimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan kerugian kepada mitra tutur.

b.Bidal Kemurahhatian

Nasihat yang dikemukakan di dalam bidal kemurahhatian adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sekecil-kecilnya. Tutuan yang biasanya mengungkapkan bidal kemurahhatian ini adalah tuturan ekspresif dan tuturan asertif.

Contoh:

(1) A : Pukulanmu sangat keras.
B : Saya kira biasa saja, Pak.

(2) A : Pukulanmu sangat keras.
B : Siapa dulu?

Tuturan (1) B mematuhi bidal kemurahhatian, sedangkan tuturan (2) B melanggarnya. Hal ini dikarenakan tuturan (1) B itu memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain dan meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri. Sementara itu, tuturan (2) B sebaliknya; memaksimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan kepada pihak lain.

c.Bidal Keperkenaan

Bidal keperkenanaan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain.

Contoh:

(1) A : Mari Pak, seadanya!
B : Terlalu banyak, sampai-sampai saya susah memilihnya.

(2) A : Mari Pak, seadanya!
B : Ya, segini saja nanti kan habis semua.

Tuturan (1) B mematuhi bidal keperkenaan karena penutur meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain itu. (2) B melanggar bidal ini karena meminimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan memaksimalkan pujian kepada diri sendiri. Dengan penjelasan itu, tingkat kesantunan tuturan (1) B lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan (2) B.

d.Bidal Kerendahhatian

Nasihat bidal ini bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian terhadap diri sendiri dan memaksimalkan penjelekkan kepada diri sendiri. Bidal ini dimaksudkan sebagai upaya merendahhatian – bukan merendahdiriakan – penutur agar tidak terkesan sombong.

Contoh:

(1)Saya ini anak kemarin, Pak.
(2)Maaf, saya ini orang kampung.
(3)Sulit bagi saya untuk dapat meniru kehebatan Bapak.

Tuturan (1), (2), dan (3) di atas merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kerendahhatian ini. Hal ini dikarenakan tuturan-tuturan itu memaksimalkan penjelekkan kepada diri sendiri dan meminimalkan pujian kepada diri sendiri.

e.Bidal Kesetujuan

Bidal kesetujuan adalah bidal di dalam prinsip kesantunan yang memberikan nasehat untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain.

Contoh:
(1) A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
B : Boleh.

(2) A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
B : Saya setuju sekali.

Tuturan (1) B dan (2) B merupakan tuturan yang meminimalkan ketidaksetujuan dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri sebagai penutur dengan pihak lain sebagai mitra tutur. Dibandingkan dengan tuturan (1) B, tuturan (2) B lebih memaksimalkan kesetujuan. Karena itu derajat kesopanannya lebih tinggi tuturan (2) B daripada tuturan (1) B.

f.Bidal Kesimpatian

Bidal yang meminimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain.
Berikut ini merupakan contoh tuturan yang sejalan dengan bidal kesimpatian.

Contoh:

(1)Saya ikut berduka cita atas meninggalnya ibunda.
(2)Saya benar-benar ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Ibunda tercinta.

Dikatakan sejalan karena tuturan di atas meminimalkan antipati dan memaksimalkan simpati antara penutur dan mitra tuturnya. Dengan demikian tuturan (1) dan (2) tersebut merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian. Derajat pematuhan terhadap bidal kesimpatian oleh tuturan (2) lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diperankan oleh tuturan (1). Sedangkan tuturan (3) dan (4) berikut merupakan tuturan yang melanggar prinsip kesimpatian.

(3) A : Pak, Ibu saya meninggal.
B : Semua orang akan meninggal.

(4) A : Pak, Ibu saya meninggal.
B : Tumben.

Tuturan (3) B dan (4) B melanggar bidal kesimpatian karena tidak meminimalkan antipati dan tidak memaksimalkan kesimpatian antara diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, kedua tuturan itu merupakan tuturan yang kurang simpati atau santun.

Sumber: Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.

0 komentar: