Gaun Ulangn Tahun Nina

Rabu, 30 Maret 2011


GAUN ULANG TAHUN NINA

Sepulang sekolah, Nina bergegas masuk ke rumah. Raut mukanya masam. Langkahnya gontai dan tidak bersemangat. Nina langsung menuju ke tempat tidur. Ia menenggelamkan mukanya di bantal. Ibu bingung. Tidak seperti biasanya anak semata wayangnya itu bertingkah demikian. Biasanya sepulang sekolah Nina langsung menghampiri Ibu dan mencium tangannya terlebih dahulu, baru kemudian masuk ke kamar untuk berganti pakaian.

“Ada apa sayang, kok kelihatan tidak bersemangat seperti itu” tanya Ibu pelan.

“Tidak ada apa-apa, Bu,” jawab Nina singkat. Nina menyembunyikan wajahnya di bawah bantal.

“Nina tidak lapar? Ibu masak tempe goreng kesukaan Nina, lho. Tapi, syaratnya Nina harus berganti baju dulu. Nanti seragamnya lusuh, padahal harus dipakai lagi besok,” bujuk Ibu.

“Nanti, Bu, Nina belum lapar,” tolak Nina.

“Nina, tidak baik menunda makan. Nanti perut Nina bisa sakit.”

Nina diam. Sesekali terdengar suara sesenggukan. Nina menangis. Nina sedang ada masalah. Tapi, masalahnya apa? Nina belum mau bercerita. Mulutnya ia tutup rapat-rapat. Tiba-tiba Ibu melihat sesuatu di samping tubuh Nina. Sebuah benda berwarna merah jambu dengan hiasan pita berwarna kuning. Ibu mengernyitkan dahi, kemudian mengambilnya. Ternyata undangan ulang tahun dari Rubi, sahabat karibnya. Di dalam undangan itu tertulis dress code : baju kotak-kotak. Rupanya teman-teman yang diundang pada ulang tahun Rubi harus mengenakan baju kotak-kotak.

Ibu Nina terdiam, ia paham sekaligus bangga dengan anaknya. Saat ini, Nina sedang bingung karena tidak mempunyai baju kotak-kotak untuk menghadiri ulang tahun Rubi. Tetapi, Nina tidak berani mengutarakannya kepada Ibu. Nina anak yang baik dan tidak pernah menuntut apa-apa kepada orang tuanya. Nina anak yang sangat mengerti kondisi keluarganya. Untuk membeli jajan sehari-hari saja susah, apalagi membeli baju bermotif kotak-kotak. Ibu Nina membelai rambut anak semata wayangnya dengan lembut.

Dari luar terdengar sayup-sayup suara adzan dhuhur. “Anak Ibu sayang, sholat dulu yuk, biar hati yang sedang gundah menjadi tenang,” ajak Ibu kepada anaknya. Sepertinya, Ibu tahu apa yang sedang dirasakan oleh anaknya.

“Ibu saja dulu, nanti Nina menyusul,” jawab Nina lirih.

“Nina, tidak boleh menunda sholat lho, dosa. Tuhan saja tidak menunda-nunda dalam memberi rejeki buat kita, buktinya Nina masih bisa makan tiga kali sehari bahkan masih bisa membeli jajan walaupun jajan yang Nina beli harganya murah. Coba bayangkan, bagaimana kalau Tuhan sampai menunda-nunda dalam memberi rejeki? Bisa-bisa Nina tadi pagi tidak punya nasi untuk sarapan pagi dan siang ini Ibu belum bisa memasak tempe goreng kesukaan kamu. Ayo, kalau Tuhan saja memberikan rejeki kepada kita tepat waktu, kita juga harus melaksanakan perintah-Nya tepat pada waktunya,” bujuk Ibu.

Dengan malas Nina pun beranjak dari tempat tidurnya. Matanya sembab oleh air mata. Ia lalu melangkah gontai ke arah belakang untuk mengambil air wudhu. Selesai berwudhu, Nina dan Ibu sholat berjamaah, kemudian makan.

Malam harinya, Nina masih terlihat murung. Ia juga tidak terlihat memegang buku untuk belajar seperti biasa. “Nina tidak belajar?” tanya Ibu.

“Tidak, Bu.” Jawab Nina singkat.

“Tidak ada PR?,” tanya Ibu lagi.

“Ada, Bu. Tapi...,” jawabnya ragu. “Bu, boleh tidak kalau Nina besok ijin tidak masuk sekolah,” tanya Nina.

“Nina sakit?,” tanya Ibu. Nina menggeleng pelang. “Lantas, mengapa besok Nina tidak mau masuk sekolah?”.

“Tapi, Bu, kemarin saja Dido ijin tidak masuk sekolah karena sakit. Tetapi, waktu teman-teman menengok Dido, ia baik-baik saja di rumah,” kata Nina.

“Kalau seperti itu berarti Dido sudah berbohong sama bapak dan ibu guru. Bapak ibu guru adalah orang tua kita di sekolah. Di dalam ajaran Agama tidak diperbolehkan berbohong kepada orang tua. Jadi, kita tidak boleh berbohong kepada mereka. Tuhan tidak senang dengan anak yang suka berbohong. Mau tidak kalau Nina tidak disukai oleh Tuhan?,” tanya Ibu.

“Tidak,” jawab Nina tegas. “Nina ingin selalu dicintai Tuhan, Bu, karena Tuhan juga sayang sama Nina. Buktinya Nina masih bisa melihat dan mendengar,” lanjutnya.

“Bagus!” Ibu tersenyum bangga. “Lalu, apakah Nina besok masih mau membolos?,” tanya Ibu.

“Nina mau masuk sekolah dan berjanji tidak akan pernah membolos kecuali kalau sakit,” jawab Nina lantang.

Ibu bahagia mendengar jawaban Nina. “Oke, kalau begitu Ibu punya hadiah untuk anak yang hebat,” kata Ibu.

“Hadiah?” Nina bingung sekaligus penasaran. “Hadiah untuk Nina, Bu?,” tanya Nina penuh semangat.

“Iya, coba lihat... ,” kata Ibu sambil menuntun Nina ke kamar tidurnya. Betapa terkejutnya Nina ketika melihat ada sebuah baju berwana biru kota-kotak bertengger di atas tempat tidurnya. Ternyata, Ibu mengerti apa yang diinginkan Nina. Hanya karena tidak mempunyai baju kotak-kotak, Nina hampir tidak masuk sekolah. Nina malu kepada Ibu dan juga diri sendiri. Ia malu karena sudah mengorbankan harinya hanya untuk merenung dan tidak membantu pekerjaan Ibu. Sementara itu, di tengah kesibukannya Ibu masih sempat membuatkan baju untuk Nina.

“Terima kasih, Bu. Nina senang sekali dengan baju ini. Nina menyesal karena tidak membantu Ibu dan hanya memikirkan diri sendiri,” kata Nina. Mata Nina berkaca-kaca. Nina pun memeluk Ibu dengan penuh rasa haru. Dalam hati, Ia tidak hent-hentinya bersyukur kepada Tuhan dan berjanji akan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.

(Naskah ini sedang diikutkan lomba menulis cerita anak oleh guru - Majalah BOBO)

0 komentar: